JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta PT Pertamina (Persero) kooperatif membantu pengusutan dugaan penerimaan gratifikasi berupa akomodasi dan tiket MotoGP Mandalika yang dilakukan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
"Dewas berharap kepada pihak-pihak terkait termasuk Pertamina dan anak perusahaannya bisa bekerjasama dan koperatif," kata Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin, 18 April.
Pertamina yang diduga sebagai pihak pemberi fasilitas menonton MotoGP Mandalika, sambung Syamsuddin, diminta jujur saat diperiksa oleh Dewas KPK. "Yakni dengan memberikan keterangan secara benar dan jujur mengenai informasi yang mereka ketahui," tegasnya.
Syamsuddin juga menegaskan tak ada yang ditutupi oleh pihaknya. Segala proses pengumpulan barang bukti terhadap pelanggaran etik yang dilakukan Lili saat ini sedang berjalan.
"Dewas masih dalam tahap pengumpulan informasi, bahan, dan keterangan dari pihak-pihak terkait yang diduga mengetahui dan memiliki informasi tentang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ibu LPS," ujarnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Lili diduga menerima gratifikasi berupa akomodasi hotel hingga tiket menonton MotoGP Mandalika dari salah satu perusahaan pelat merah.
Aduan ini kemudian ditindaklanjuti oleh Dewas KPK dengan meminta klarifikasi dari sejumlah pihak. Selain itu, Tumpak Hatorangan dkk sudah meminta pihak terkait untuk membawa bukti pemesanan penginapan di Amber Lombok Beach Resort dan tiket MotoGP Mandalika pada Grandstand Premium Zona A-Red.
Pengaduan ini bukan pertama kalinya ditujukan terhadap Lili. Pada 30 Agustus 2021 lalu, Dewas KPK telah menyatakan Lili terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku sehingga dijatuhi sanksi berat.
Dia dinyatakan bersalah melanggar kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.
Atas perbuatannya, Lili dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan atau sebesar Rp1,848 juta.