Bagikan:

JAKARTA - Langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tetap memilih Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala Mikro di tengah terus melonjaknya kasus COVID-19 dikritik parlemen. Pasalnya, PPKM Mikro dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maupun penguncian atau lockdown memiliki ruang lingkup pembatasan yang jauh berbeda.

Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher, PSBB memiliki ruang lingkup yang lebih luas dan aturan yang lebih ketat. Selain itu, psikologis masyarakat juga lebih takut untuk melakukan mobilitas ketika diberlakukan PSBB.

"Pemerintah tetap bersikukuh dengan PPKM mikro dan enggan mengambil opsi PSBB. Secara esensi, PPKM mikro dan PSBB sama-sama mengatur soal pembatasan, namun, kadar dan ruang lingkup pembatasannya jauh berbeda. Dampak psikologisnya terhadap masyarakat juga jauh berbeda," ujar Netty, Kamis, 24 Juni. 

Netty menilai, aturan PSBB membuat kampanye "Diam di Rumah" lebih berhasil ketimbang PPKM Mikro yang masih terlihat kerumunan.

"Penggunaan alat transportasi publik dan kunjungan ke pusat keramaian juga menurun drastis. PSBB di Jakarta pada awal pandemi telah terbukti menurunkan angka kasus positif COVID-19 secara signifikan," jelas anggota Komisi IX DPR itu.

Sementara, sambung Netty, PPKM mikro lebih sulit diterapkan lantaran pengawasan protokol kesehatan tidak mungkin dilakukan terhadap orang per orang. Selain itu, kesiapan aparat dari sisi kuantitas juga belum teruji.

"PPKM mikro sudah diterapkan lama di banyak tempat, namun kasus COVID-19 masih saja melonjak. Jadi, di mana letak keberhasilannya?" tanya Netty.

Alhasil, Netty hanya bisa mengajak masyarakat berdoa untuk keselamatan. Sebab, pemerintah tak berani ambil keputusan tepat meski sudah diingatkan.

"Jika pemerintah tetap enggan melakukan PSBB atau lockdown total, maka kita harus berdoa sungguh-sungguh semoga Indonesia tidak seperti kereta yang para penumpangnya berharap selamat, sementara rute kereta memang sedang diarahkan menuju jurang," kata Netty.

Senada dengan PKS, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPR RI Saleh Partaonan Daulay, juga menyayangkan Presiden menyamakan esensi lockdown dengan PPKM Mikro. Padahal, kata anggota Komisi IX DPR RI itu, pelaksanaan PPKM Mikro jauh berbeda dengan lockdown

Hal itu dikatakan Saleh lantaran, pihaknya di komisi kesehatan sudah mengevaluasi pelaksanaan PPKM Mikro yang berjalan selama 12 kali perpanjangan. Kesimpulannya, kebijakan PPKM Mikro masih membuka ruang interaksi masyarakat di luar rumah dan berpotensi menularkan COVID-19.

Sementara, lockdown memastikan aktivitas masyarakat terkunci atau tidak diperbolehkan keluar dari rumah selama masa yang ditentukan. Sehingga, transmisi virus COVID-19 bisa dikendalikan.

"Jadi, saya berpendapat bahwa lockdown dan PPKM Mikro tidak sama. Dicoba lah dengan program alternatif baru, kalau masih tetap pakai PPKM Mikro saya enggak yakin hasilnya bisa maksimal," ujar Saleh, Kamis, 24 Juni.\

Saleh meminta pemerintah mengevaluasi dan mencari alternatif kebijakan penanganan COVID-19 selain PPKM Mikro. Sebab, kebijakan ini sudah berulangkali dilakuan tapi tetap banyak pelanggaran.

"Pemerintah sudah memberlakukan PPKM ini sudah jauh hari, dan sudah berjilid-jilid itu sampai jilid terakhir. Ini jilid ke 12 kalau enggak salah, tapi kan hasilnya tetap tidak maksimal," tegasnya.

Saleh pun mendorong pemerintah agar mengevaluasi program penanganan COVID-19 yang diterapkan saat ini. Apakah, sudah berdampak terhadap kesehatan masyarakat atau tidak. 

"Menurut saya mau mikro mau makro sekarang ini harus dievaluasi, sebab saat ini penyebaran virus COVID-19 itu bukan malah turun tapi masih terus naik, dan eskalasinya sangat tinggi sekali,” kata Saleh.

PDIP: Jokowi Sudah Mempertimbangkan PPKM Mikro

Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDIP Rahmad Handoyo menilai keputusan Presiden Joko Widodo yang tetap menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro sudah lah tepat. Meskipun, banyak pihak efektifitas kebijakan tersebut dan mendesak untuk dilakukan penguncian atau Lockdown guna mengendalikan peningkatan penyebaran COVID-19.

"Kenapa tidak? Presiden pasti sudah memikirkan dan mempertimbangkan kenapa tetap memutuskan PPKM skala mikro di tengah lonjakan COVID-19," ujar Rahmad kepada wartawan, Kamis, 24 Juni.

Menurut Rahmad, esensi PPKM dan istilah lain seperti PSBB maupun lockdown adalah sama. Yakni, sebagai upaya mengendalikan pandemi dengan baik. Terpenting, bagaimana seluruh elemen bangsa dapat menerapkan aturan itu dengan taat dan protokol kesehatan ketat.

"Apapun yang diputuskan, faktor utama keberhasilan itu adalah di pelaksanaannya dan penegakannya, bukan cara dan keputusannya apa. Namun sekali lagi implementasi dan penegakan aturan itu yang paling penting," tegas politikus PDIP itu.

Rahmad mengatakan, Indonesia tidak perlu 'latah' menyamakan aturan dengan negara lain. Sebab, tentu Presiden Jokowi sudah memutuskan sesuai dengan karakteristik sosiologi di tanah air.

"Jadi sudahi mempertentangkan dan memperdebatkan antara skala mikro dan karantina wilayah atau pun lockdown. Stop sekarang juga! Fokus pikirkan langkah dan tindakan derap juang untuk jalankan, bumikan dan tegakkan aturan PPKM skala mikro," kata Rahmad menegaskan.