Bakal Jadi Pusat Produksi Vaksin, Presiden Afrika Selatan: Mengubah Narasi Afrika
Ilustrasi vaksin COVID-19. (Wikimedia Commons/Ministerio de Defensa del PerĂº)

Bagikan:

JAKARTA - Afrika bekerja sama dengan Uni Eropa dan mitra lainnya untuk membantu menciptakan pusat pembuatan vaksin regional di Afrika Selatan, Senegal dan Rwanda, dengan Nigeria dalam pertimbangan, kata Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Ngozi Okonjo-Iweala.

Pembangunan pusat vaksin di Afrika ini bertujuan untuk menjanjikan pasokan yang lebih terjamin, untuk mengantisipasi krisis kesehatan di masa depan. 

"Kami sekarang telah melihat bahwa sentralisasi kapasitas produksi vaksin yang berlebihan tidak sesuai dengan akses yang adil dalam situasi krisis," kata Okonjo-Iweala seperti mengutip Reuters Selasa 22 Juni. 

"Pusat produksi regional bersama dengan rantai pasokan terbuka, menawarkan jalur yang lebih menjanjikan menuju kesiapsiagaan untuk krisis kesehatan di masa depan," sebutnya. 

Dirjen WHO
Ngozi Okonjo-Iweala. (Wikimedia Commons/World Trade Organization)

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pendirian pusat transfer teknologi di Afrika Selatan, memberikan peluang bagi negara-negara Afrika untuk memproduksi vaksin COVID-19, serta disambut Presiden Afrika Selatan Cyrill Ramaphosa sebagai langkah bersejarah.

"Pusat transfer teknologi memungkinkan perusahaan-perusahaan Afrika untuk mulai memproduksi vaksin mRNA, teknologi canggih yang sekarang digunakan dalam pembuatan vaksin dari Pfizer dan Moderna, hanya dalam waktu sembilan hingga 12 bulan," sebut WHO seperti mengutip Al Jazeera.

Terpisah, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, langkah ini bertujuan untuk meningkatkan akses ke vaksin di seluruh benua Afrika, di mana infeksi dan kematian akibat virus corona meningkat hampir 40 persen selama seminggu terakhir.

"WHO sedang ebrdiskusi dengan konsorsium perusahaan dan institusi untuk membangun pusat transfer teknologi di Afrika Selatan, melibatkan perusahan Afrigen Biologics & Vaccines yang akan bertindak sebagai hub baik dengan memproduksi vaksin mRNA itu sendiri maupun dengan memberikan pelatihan kepada produsen Biovac," terangnya.

tedros adhanom
Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. (Wikimedia Commons/ITU Pictures)

Sementara itu, Kepala ilmuwan WHO Soumya Swaminathan mengatakan ada beberapa opsi terkait hal ini, terutama perusahaan kecil dan biotek. Pfizer  bersama dengan Moderna, adalah produsen utama vaksin COVID-19 yang menggunakan teknologi mRNA.

"Kami juga sedang berdiskusi dengan perusahaan mRNA yang lebih besar dan sangat berharap mereka akan bergabung. Kita bisa melihat dalam waktu sembilan sampai 12 bulan vaksin diproduksi di Afrika, Afrika Selatan," tukasnya. 

Ada pun Presiden Afrika Selatan Cyrill Ramaphosa menyambut baik inisiatif tersebut, mengubah narasi Afrika yang selama ini identik dengan sebutan pusat penyakit dan pembangunan yang buruk. 

"Inisiatif penting ini merupakan kemajuan besar dalam upaya internasional untuk membangun pengembangan vaksin, serta kapasitas produksi yang akan menempatkan Afrika di jalur penentuan nasib sendiri," tandas Ramaphosa.

"Hari ini bersejarah dan kami melihat ini sebagai langkah ke arah yang benar, tetapi tidak mengalihkan perhatian kami dari proposal awal kami yang disusun oleh India dan Afrika Selatan," sambungnya.

Ditambahkan olehnya, distribusi vaksin yang merata menggambarkan mereka yang berada di negara-negara kaya, memiliki kehidupan 'lebih berharga' daripada kehidupan mereka yang berada di negara-negara miskin.