JAKARTA - Polda Metro Jaya mengungkap kasus premanisme dan pungutan liar (pungli) di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Dari pengungkapan itu, muncul beberapa fakta yang sangat mencengangkan.
Fakta pertama yaitu, terungkapnya empat kelompok pungli yang sudah sangat meresahkan para sopir truk kontainer. Salah satunya kelompok 'Bad Boy'.
"Ada empat kelompok yang diungkap dengan modus menarik pungli dari pengusaha truk dengan total tersangka 24 orang," ucap Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran kepada wartawan, Kamis, 17 Juni.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kelompok-kelompok ini melakukan pungli kepada beberapa perusahaan mencapai jutaan rupiah. Sebab, dari para kelompok ini polisi menyita uang mulai dari puluhan hingga ratusan juta
Untuk kelompok 'Bad Boy', mereka memungut pungli sebanyak Rp9,1 juta per bulannya. Uang itu merupakan setoran dari 12 perusahaan untuk 134 unit truk kontainer
"Ini diorganisir oleh pimpinannya. Jadi pimpinan, staf, koordinator asmoro (sebutan bagi preman) di lapangan. Ada empat tersangka dari kelompok 'Bad Boy' ditangkap," kata Fadil.
BACA JUGA:
Kemudian, kelompok kedua dikenal dengan sebutan kelompok Haluan Jaya Prakasa. Setidaknya ada enam orang dari kelompok ini yang diringkus. Mereka merupakan ketua, pengurus administrasi, anggota, koordinator lapangan, kelompok koordinator preman dan bajing loncat di lapangan.
"Dari mereka (kelompok Haluan Jaya) berhasil disita uang Rp177.349.500. Uang itu dipungut dari 141 perusahaan," kata Fadil.
Kelompok ketiga yaitu Sapta Jaya Abadi. Dalam kelompok ini, polisi menangkap tiga orang yang terdiri dari pimpinan, koordinator lapangan dan bagian administrasi.
"Kelompok ini setiap bulannya mengutip uang dari 23 perusahaan angkutan yang memiliki 529 unit truk. Total uang disita dari kantor mereka sebesar Rp24.650.000," papar Fadil
Terakhir, kelompok preman Tanjung Raya Kemilau. Sekitar 10 orang ditangkap dari kelompok itu yang menarik uang setoran dari 30 perusahaan angkutan kontainer dengan total 809 unit truk kontainer.
"Dari kelompok itu disita Uang sebesar Rp82.560.000," tandas Fadil.
Fakta kedua yang ditemukan dalam pengungkapan kasus pungli ini yaitu, modus yang digunakan para pelaku. Setidaknya ada empat modus operandi yang sering dilakukan mereka.
Untuk modus pertama, kelompok itu meminta uang dari para sopir kontainer dengan jumlah bervariasi. Uang itu disebut sebagai uang keamanan.
"Modus operandi mengutip sejumlah uang disetiap pintu perlintasan kepada sopir truk kontainer dengan variasi mulai dari Rp2 ribu sampai Rp20 ribu," kata Irjen Fadil.
"Dengan modus itu (mereka) seolah-olah mengamankan. Tapi sejatinya melakukan pemerasan kepada perusahaan angkutan kontainer dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok," sambung Fadil.
Modus kedua dengan cara mengerahkan preman atau yang disebut dengan asmoro. Para sopir kontainer pun mau memberikan uang keamanan.
"Untuk memuluskan aksinya kelompok ini menyuruh preman yang disebut asmoro yang ada di jalan melakukan tindakan kriminal seperti merampas ponsel, mencuri, memeras dengan modus operandi menjual Aqua," kata Irjen Fadil.
"Modus ketiga dengan memberikan gaji atau upah ke asmoro. Keempat mendatangkan ke sopir dengan mengatakan apabila ingin aman di jalan dari gangguan asmoro sebaiknya mereka bergabung," imbuhnya.
Selain itu, para kelompok ini juga menempelkan stiker di truk para sopir. Stiker itu menandakan para sopir telah bergabung dengan kelompok tertentu dan harus membayarkan sejumlah uang setiap bulannya.
"Mereka memungut uang menempelkan stiker ke setiap kendaraan. Sistem pembayarannya dilakukan setiap bulan per kendaraan dengan jumlah setoran atau pembayaran antaran Rp50 ribu sampai dengan Rp100 ribu per unit kendaraan truk kontainer," kata Fadil.
Selanjutnya, fakta terakhir yang ditemukan dalam kasus ini adalah para sopir truk diminta menyerahkan uang tak hanya di dalam kawasan pelabuhan. Tetapi di luar pelabuhan juga mesti memberikan uang.
"Kelompok yang beroperasi di dalam wilayah pelayanan pelabuhan, baik itu di wilayah pelabuhan maupun di luar wilayah pelabuhan yang kita kenal dengan nama depo atau tempat penimbunan sementara," ucap Fadil.
Dalam aksinya, kelompok yang beraksi di dalam kawasan pelabuhan meminta kepada para sopir truk menyerahkan uang di setiap pintu perlintasan. Jumlahnya mulai Rp2 ribu hingga Rp20 ribu.
Kelompok ini pun sudah mulai diberantas sejak adanya perintah dari Presiden Joko Widodo kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Puluhan anggotanya pun sudah ditangkap.
"Sudah berhasil diungkap sebanyak 49 orang," tegas Fadil.
Sementara untuk kelompok lain, lanjut Fadil, bermain di sekitaran luar pelabuhan. Mereka menarik uang kepada para sopir truk dengan modus uang keamanan.
"Dengan modus operandinya seolah-olah mengamankan, tapi sejatinya melakukan pemerasan kepada perusahaan angkutan kontainer dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok," papar Fadil.
Dengan cara itu, kelompok itu bisa menarik puluhan jutaan rupiah. Sebab, para sopir truk diwajibkan menyetorkan uang Rp50 ribu sampai Rp100 ribu setiap bulannya.
Bahkan, jika para sopir truk tak mau menyetorkan uang, kelompok-kelompok ini mulai menebar teror. Mereka akan mengganggu para sopir dengan berbagai cara, salah satunya mengerahkan preman bayaran.
"Tim penyelidik mendapatkan fakta bahwa ada korelasi antara gangguan yang dialami di jalan oleh sopir truk dengan setoran yang diberikan. Itulah korelasi antara stiker, setoran, tindakan pungli dan premanisme yang terjadi," tandas Fadil.