Epidemiolog China: Penyelidikan Asal-usul COVID-19 Harus Dialihkan ke Amerika Serikat!
Ilustrasi penelitian. (Unsplash/@nci)

Bagikan:

JAKARTA - Epidemiolog senior China menyebut penyelidikan asal-usul COVID-19 harus dialihkan ke Amerika Serikat (AS), seiring dengan temuan peneliti yang menunjukkan kemungkinan COVID-19 ada di AS pada awal Desember 2019.

Kepala ahli epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China Zeng Guang mengatakan kepada tabloid milik negara, Global Times, perhatian harus dialihkan ke Amerika Serikat, yang lambat untuk menguji orang pada tahap awal wabah dan juga merupakan rumah dari banyak laboratorium biologi.

"Semua yang terkait senjata biologi yang dimiliki oleh negara, harus diawasi," tutur Zheng seperti dilansir Reuters Kamis 17 Juni. 

Sementara, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan,  terkait dengan hasil studi peneliti AS pada Rabu kemarin, wabah COVID-19 kemungkinan memiliki banyak asal, sehingga negara-negara lain harus bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Diberitakan VOI sebelumnya, studi yang diterbitkan minggu ini oleh Institut Kesehatan Nasional AS (NIH) menunjukkan, setidaknya tujuh orang di lima negara bagian terinfeksi SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, beberapa minggu sebelum Amerika Serikat melaporkan kasus infeksi resmi pertamanya.

Sampel darah beku menunjukkan orang-orang di lima negara bagian, Illinois, Wisconsin, Pennsylvania, Mississippi dan Massachusetts, terinfeksi virus corona beberapa hari atau minggu sebelum kasus apa pun dilaporkan secara resmi di negara bagian tersebut.

Kendati demikian, temuan studi 'All of Us' ini tidak berarti virus corona menyebar luas di Amerika Serikat pada Desember 2019 atau Januari 2020, kata para peneliti dalam laporannya.

Sementara, asal usul pandemi telah menjadi sumber ketegangan politik antara China dan AS, dengan banyak fokus baru-baru ini pada Institut Virologi Wuhan (WIV), yang terletak di Wuhan tempat wabah pertama kali diidentifikasi pada akhir 2019.

China telah dikritik karena kurangnya transparansi dalam mengungkapkan data tentang kasus awal serta virus yang dipelajari di WIV.

Adapun sebuah bersama China - WHO yang diterbitkan pada Bulan Maret mengatakan, COVID-19 kemungkinan besar berasal dari perdagangan satwa liar negara itu, dengan virus masuk ke manusia dari kelelawar melalui spesies perantara.

Tetapi, Beijing telah mempromosikan teori, COVID-19 masuk ke China dari luar negeri melalui makanan beku yang terkontaminasi. Sementara sejumlah politisi asing juga menyerukan penyelidikan lebih lanjut tentang kemungkinan bocornya dari laboratorium.

Sebelumnya, sebuah laporan oleh laboratorium nasional Pemerintah AS menyimpulkan, masuk akal bahwa virus itu telah bocor dari laboratorium Wuhan, seperti dilaporkan Wall Street Journal awal bulan ini.

Sementara, studi lainnya telah meningkatkan kemungkinan bahwa SARS-CoV-2 dapat beredar di Eropa pada awal September, tetapi para ahli mengatakan ini tidak berarti itu tidak berasal dari China, di mana banyak virus corona mirip SARS telah ditemukan di alam terbuka negara tersebut.