Dipanggil KPK Terkait Kasus Tanah, Plh Sekda DKI Sakit dan Batal Diperiksa
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa Plh Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Sri Haryati. Sedianya dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka eks Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Cornelis Pinontoan, Senin, 31 Mei.

Yoory merupakan tersangka dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur. 

"Informasi yang kami terima, yang bersangkutan melakukan konfirmasi tidak hadir karena alasan sakit," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 31 Mei.

Selanjutnya, Sri akan kembali dijadwalkan ulang oleh penyidik. Hanya saja, belum diketahui kapan pemanggilan ulang tersebut dilakukan.

Diberitakan sebelumnya, KPK tak hanya menetapkan Yoory sebagai tersangka tapi juga dua orang lainnya yaitu Direktur PT Adonara Propertindo Tomy Ardian, dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene. Selain itu, KPK juga menetapkan tersangka korporasi yaitu PT Adonara Propertindo.

Kasus ini bermula saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk  dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah. 

Selanjutnya, Perumda Pembangunan Sarana Jaya ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama. 

Dari kerja sama inilah, pada 8 April 2019 lalu, disepakati penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor Perumda Sarana Jaya. Tanda tangan ini dilakukan antara pihak pembeli yaitu Yoory dan Anja Runtuwene.

"Selanjutnya masih di waktu yang sama tersebut, langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp108, 9 milira ke rekening bank milik AR pada Bank DKI," ungkap Setyo.

Berikutnya, atas perintah Yoory, pembayaran berikutnya dilakukan sebesar Rp43,5 miliar.

Namun, dalam proses pengadaan tanah tersebut, Perumda Sarana Jaya diduga melakukan tindakan penyelewengan seperti tak melakukan kajian terhadap kelayakan objek tanah dan tak melakukan kajian appraisal tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai peraturan terkait. 

Selain itu, perusahaan BUMD ini juga diduga kuat melakukan proses dan tahapan pengadaan tanah tak sesuai prosedur dan ada dokumen yang disusun secara backdate, serta kesepakatan harga awal antara Anja dan Perumda Sarana Jaya dilakukan sebelum proses negosiasi dilakukan.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.