JAKARTA - Tim kuasa hukum Richard Joost (RJ) Lino selaku pemohon meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengabulkan seluruh gugatan praperadilan. Gugatan itu berkaitan dengan penyidikan kasus yang dilakukan KPK atas dugaan korupsi pengadaan tiga unit QCC pada PT Pelindo II yang menjeratnya sebagai tersangka.
"Meminta agar majelis hakim menerima permohonan praperadilan ini untuk seluruhnya," ucap pengacara RJ Lino, Agus Dwiwarsono dalam persidangan, Selasa, 18 Mei.
Dalam gugatannya, tim pengacara RJ Lino meminta majelis hakim untuk menyatakan proses penyidikan yang dilakukan KPK tidak sah. Sebab, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang menjadi dasar penyidikan sudah melebih jangka waktu selama dua tahun.
"Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin-Dik-55/01/12/2015 tertanggal 15 Desember 2015 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/66A/DIK.00/01/04/2018 tertanggal 17 April 2018 tidak sah," kata Agus.
"Sejak dimulainya proses penyidikan, yang dihitung sampai dengan dilakukan penahanan terhadap pemohon pada tanggal 26 Maret 2021, adalah 5 tahun 1 bulan dan 10 hari," sambungnya.
Selain itu, majelis hakim juga diminta untuk menyatakan KPK tidak berwenang melakukan penyidikan terhadap pihak pemohon. Alasannya, hal ini telah melanggar norma Pasal 11 ayat (1) huruf b, dan ayat (2) Juncto Pasal 70 C Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Sesuai pasal tersebut KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan karena dalam aturan itu hanya menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar," kata dia.
BACA JUGA:
"Tapi kerugian (dalam perkara RJ Lino) keuangan negara berdasarkan audit BPK karena pemeliharaan QCC sebesar 22.828 dolar Amerika Serikat atau setara Rp329.518.755," sambung Agus.
Kemudian, dalam gugatan itu juga majelis hakim diminta untuk menyatakan surat penahanan Nomor Sprin.Han/13/DIK.01.03/01/03/2021 dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor 14/TUT.00.03/24/04/2021 tertanggal 13 April 2021 tidak sah dan tidak berdasar hukum.
"Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan pemohon dari Rumah Tahanan Negara Kelas I Cabang KPK RI," tandas Agus.
Adapun dalam perkara ini, KPK menduga RJ Lino melawan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirut PT Pelindo II untuk memperkaya diri sendiri, orang lain dan atau korporasi dengan memerintahkan penunjukan langsung perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huangdong Heavy Machinery (HDHM) sebagai pelaksana proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II.