Tak Bikin Gaduh, Presiden Jokowi Diminta Buka Suara soal Wacana Reshuffle
Presiden Joko Widodo (Foto: Twitter @jokowi)

Bagikan:

JAKARTA - Mulai pekan kemarin, Reshuffle jilid 2 ramai disebut bakal terjadi dalam waktu dekat. Namun hingga kini, kabar pelantikan menteri oleh Presiden Joko Widodo urung juga terealisasi.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Sekretaris Nasional (Seknas) Jokowi, Dedy Mawardi menyarankan Presiden Jokowi segera buka suara terkait wacana perombakan kabinet. Bahwa tidak ada reshuffle maupun kocok ulang dalam kabinet Indonesia Maju, kecuali hanya mengisi kursi Menteri Investasi, sebagai nomenklatur baru.

“Untuk menghindari kegaduhan, kami sarankan Presiden Jokowi sebaiknya menyampaikan langsung ke masyarakat tidak ada menteri yang di reshuffle. Yang ada penambahan menteri baru untuk kementerian investasi,” ujar Dedy di Jakarta, Kamis, 22 April.

 

Kegaduhan isu reshuffle, lanjut Dedy, muncul sejak disahkannya pembentukan Kementerian Investasi, juga peleburan Kementerian Ristek ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Bahkan beberapa pihak menyebut sejumlah nama untuk mengisi kursi Menteri Investasi dan Mendikbud/Ristek, padahal wacana tersebut belum jelas kebenarannya.

 

"Selain itu juga ikut menyasar beberapa menteri yang dianggap layak untuk di reshuffle. Wacana reshuffle ini pun seperti isu liar yang terus menarik perhatian publik,” kata Dedy.

Karenanya, Dedy menilai Presiden Jokowi perlu angkat bicara memberi penjelasan dan penegasan, sehingga setelah itu tidak ada lagi kegaduhan seperti sekarang ini.

“Penjelasan langsung dari Presiden agar isu reshuffle gak rame seperti sekarang ini,” tegasnya.

Seandainya pun ada reshuffle kabinet, menurut Dedy, tidak juga memberi perubahan pada kinerja kementerian untuk mewujudkan keinginan Presiden Jokowi. Sebab, yang mengurusi kementerian bukan lah menteri semata, tetapi jaringan birokasi di bawah menteri yang musti dirubah visi dan misi agar sejalan dengan visi misi Presiden.

"Gonta ganti menteri itu bukan solusi dari masalah, tapi reshuffle itu sendiri yang sebenarnya bisa jadi masalah dari jebloknya kinerja. Contoh konkrit itu seperti apa yang terjadi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam kasus hilangnya nama KH Hasyim Ashari dari Kamus Sejarah,” ungkap Dedy.

Kendati demikian, tambah Dedy, Seknas Jokowi tetap mendukung apabila Presiden merombak kabinetnya. 

 

"Hanya disarankan, perombakan tersebut supaya tidak dilakukan setiap tahun, kecuali menteri yang gagal mewujudkan program atau kebijakan Presiden," tandasnya.