JAKARTA - Presiden Joko Widodo kembali menyindir menterinya dalam rapat terbatas, Selasa 7 Juli. Padahal, pada 18 Juni, Jokowi juga telah menyindir menterinnya karena dianggap tak serius menghadapi pandemi COVID-19.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiarti menilai, sindiran ini menandakan tak ada kemajuan signifikan dalam kinerja menteri di Kabinet Indonesia Maju untuk menghadapi pandemi COVID-19 setelah kemarahannya beberapa waktu lalu.
"Sekali lagi ini menunjukkan kekecewaan Pak Jokowi dan menunjukkan ada problem efektivitas kerja para menterinya. Hal ini menjadi tanda juga bahwa sindiran, kemarahan, dan ancaman presiden pada pidato 18 Juni yang lalu, atau sudah lebih dari dua minggu lalu tidak membuahkan hasil signifikan," kata Putri kepada VOI, Kamis, 9 Juli.
Putri menilai, Jokowi kerap menegur dan menyindir menterinya karena mantan Gubernur DKI Jakarta itu mulai mendengar suara kekecewaan di tengah masyarakat terkait kinerja para pembantunya. Apalagi, sambung Puput, suara kekecewaan dan keluhan masyarakat ini sudah terjadi sejak 100 hari kerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Hal ini yang menurut saya menguatkan Presiden Jokowi untuk mengeluarkan pernyataannya secara terbuka tentang kekecewaan terhadap para menterinya," kata Putri.
Dia menilai, teguran Jokowi kembali membuka spekulasi terjadi reshuffle di Kabinet Indonesia Maju. Padahal isu ini sempat meredup setelah Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno membantah adanya reshuffle dan menyebut kinerja menteri mulai membaik setelah Jokowi menegur menterinya pada 18 Juni.
BACA JUGA:
PDIP: reshuffle setelah Pilkada 2020
Ketua Bappilu PDI Perjuangan Bambang Wuryanto memprediksi, jika memang benar Presiden Jokowi akan melakukan reshuffle terhadap Kabinet Indonesia Maju setelah, hal ini dilaksanakan setelah Pilkada 2020 yang diadakan 9 Desember.
"Analisis, ini analisis ya. Analisis reshuffle dilaksanakan setelah pilkada serentak," ungkap Bambang kepada wartawan.
Dia mengatakan, analisis itu karena Presiden Jokowi tak senang membuat keputusan yang membuat gaduh dan menimbulkan situasi kisruh dalam politik Indonesia. Sebab, situasi politik yang kisruh akan menyulitkan pekerjaannya.
"Pak Jokowi itu enggak suka mengambil keputusan yang bikin horeg (ribut atau kisruh, red). Karena orang kerja kalau dibikin horeg susah kerjanya," tegasnya sambil menambahkan wajar jika Jokowi menyentil menterinya.
"Jadi kalau Pak Jokowi kemudian terhdap kinerja para menteri, nyentil ya wajar. Kan dia yang jadiin. Belum sesuai harapanku misalnya, ya wajar dong," pungkasnya.