KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Eks Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sri Wahyumi merupakan tersangka kasus dugaan gratifikasi terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara Tahun 2014-2017. 

"KPK tentu siap menghadapi permohonan praperadilan yang dimaksud," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Kamis, 6 Mei.

Kesiapan ini karena komisi antirasuah yakin seluruh proses penyidikan, penangkapan, maupun penahanan yang dilakukan sudah sesuai dengan mekanisme aturan hukum yang berlaku.

Hanya saja, memang KPK saat ini belum mendapatkan pemberitahuan perihal pengajuan praperadilan tersebut. Jika, nantinya pemberitahuan sudah diterima, KPK akan menyusun jawaban dan menyampaikannya dalam persidangan.

"KPK melalui Biro Hukum setelah menerima pemberitahuan akan segera susun jawaban dan akan menyampaikannya di depan sidang permohonan praperadilan dimaksud," ungkap Ali.

Sri Wahyumi mendaftarkan gugatan Praperadilan pada Rabu, 5 Mei ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait sah atau tidaknya penetapan dirinya sebagai tersangka. 

Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan eks Bupati Talaud, Sri Wahyumi Manalip sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi terkait proyek pekerjaan infrastruktur.

Selanjutnya, dia langsung ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih selama 20 hari ke depan.

Padahal, dia baru saja menghirup udara bebas dari Lapas Tangerang pada Rabu, 28 April kemarin. Sri Wahyumi mendekam di lapas tersebut karena terbukti menerima suap.

Dalam kasus ini, Sri ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi setelah melakukan pemeriksaan terhadap 100 orang saksi dan penyitaan sejumlah barang bukti yang terkait dengan perkara ini. Adapun penerimaan uang yang dilakukannya mencapai Rp9,5 miliar.

Atas perbuatannya, Sri disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.