Tangani Masalah KKB Papua, Pengamat Militer: TNI Harus Halus Apapun Kondisinya
Ilustrasi/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Pengamat militer Sidra Tahta Mukhtar  menyarankan Tentara Nasional Indonesia (TNI) menggunakan pendekatan humanis untuk menyelesaikan persoalan Papua, khususnya Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang kini diberi label teroris. Seperti peran TNI selama ini yang dekat dengan rakyat dan hadir di masa non perang.

"Sejak dulu kan TNI dikenal untuk pembangunan. Sekarang untuk penanggulangan bencana oleh TNI, penanggulangan COVID-19, ada di dalam undang-undang TNI," ujar Sidra kepada VOI, Rabu, 5 Mei.

Bahkan, dahulu ada yang namanya ABRI Masuk Desa untuk membangun perpustakaan digital. Bahkan TNI mengerahkan seluruh sumber daya untuk merangkul penerbit buku dan menjalankan program televisi. Hal itu, kata Sidra, menjadi kampanye TNI selain perang.

"Kalau perang kan (malah, red) membangkitkan terorisme. Sebetulnya terorisme itu gejala kampung, ada ibu-ibu jadi kombatan, orang-orang desa jadi teroris kan itu dirawat. Artinya orang Indonesia ini secara kemasyarakatan (terorisme, red) muncul ketika pihak itu dianggap berbahaya," jelas eks peneliti ahli pada Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) itu.

 

Selain kehadiran negara dibutuhkan, Sidra menilai perlu ada pendekatan psikologis yang membangunkan kesamaan entitas. Misal, TNI atau orang asal Maluku berdialog dengan orang Papua asli (OAP) terkait kondisi yang terjadi.

"Bagi orang Papua yang dekat dengan mereka adalah orang Maluku, apakah ada kebijakan pemerintah untuk membangun kesadaran kemanusiaan antara entitas Papua dengan Maluku? Kan tidak kelihatan. Jadi orang Papua itu selain mereka yang saudara terdekatnya adalah Maluku, ya mungkin sudah dirangkul tapi tidak menunjukkan peran negara yang signifikan disitu," terangnya.

Karena itu, menurut Sidra, penyelesaian kekerasan dengan kekerasan hanya meningkatkan dan memperpanjang konflik di Papua. Terlebih operasi militer dengan menerjunkan 'Pasukan Setan' ke bumi cenderawasih.

"Jadi harus halus apapun kondisinya. Indonesia ini kalau makin keras itu makin menjadi-jadi, jadi lebih baik pendekatan halus meskipun pendekatan keras itu mungkin akan menumpas dalam waktu dekat tapi tidak menyelesaikan masalah dalam jangka panjang," tandas Sidra Tahta.