Di Sidang Swab Tes RS UMMI Rizieq Shihab, Saksi Ahli Sebut Ada Unsur Kebohongan
Ilustrasi-PN Jakarta Timur (Foto: ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Ahli Sosiologi Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menyebut ada unsur kebohongan dalam perkara hasil swab tes RS UMMI Bogor.

Pernyataan itu disampaikan Trubus dalam persidangan ketika dihadirkan sebagai ahli oleh jaksa penuntut umum (JPU).

Mulanya, jaksa melontarkan pertanyaan yang menggabarkan satu persoalan. Dimana, ada seseorang yang sedang sakit tapi justru memberitahukan kepada orang lain jika orang tersebut dalam kondisi sehat.

"Saya sakit, saya kan tahu sakit saya apa. Lalu saya katakan ke orang, publikasi ke orang saya tidak sakit, saya sehat-sehat saja. Kenapa harus ditanya? karena ada faktor penyebab saya umumkan. Apakah itu melanggar norma atau apakah itu bagian dari hoaks atau memanipulasi fakta?" tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu, 5 Mei.

Lantas, Trubus menyebut hal itu masuk dalam kategori kebohongan. Alasanya, orang tersebut tidak menyampaikan sesuai fakta.

"Kalau itu kan berarti kan menyampaikan suatu infomasi yang tidak sesuai fakta. Karena tidak sesuai fakta, maka, dia bisa saja direkayasa atau ditutup-tutupi atau disembunyikan. Kalau itu yang terjadi maka itu kategorinya bohong," ungkap Trubus.

Bahkan, dengan adanya kebohongan itu akan muncul pelanggaran hukum. Terlebih ada pihak yang merasa dibohongi.

"Kalau bohong itu sudah menjadi pelanggaran hukum, bahasa kerennya mengakibatkan hukum. Nah itu kemudian ada pidanannya yang harus diterima," kata dia.

Dalam kasus swab test RS UMMI, Rizieq Shihab didakwa dianggap telah menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menyebabkan keonaran soal kondisi kesehatannya yang terpapar Covid-19 saat berada di RS UMMI Bogor.

Habib Rizieq dalam perkara tersebut didakwa dengan Pasal 14 ayat (1), ayat (2), Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 14 ayat (1), ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan/atau Pasal 216 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.