JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kepulauan Talaud periode 2014-2019 Sri Wahyumi Maria Manalip sebagai tersangka penerima gratifikasi. Sri Wahyuni ditahan selama 20 hari di Rutan Cabang KPK gedung Merah Putih.
"KPK telah menyelesaikan penyelidikan dengan mengumpulkan berbagai Informasi dan data sehingga telah dipenuhinya bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan sejak September 2020 dan menetapkan tersangka SWM (Sri Wahyumi Maria Manalip)," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Kamis, 29 April.
Dalam proses penyidikan dugaan gratifikasi ini, penyidik sudah memeriksa 100 saksi dan telah dilakukan penyitaan berbagai dokumen dan barang bukti elektronik.
"Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan tersangka SWM selama 20 hari terhitung sejak tanggal 29 April 2021 sampai dengan 18 Mei 2021 di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih," ungkapnya.
Karyoto menjelaskan, perkara ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap yang sebelumnya juga menjerat Sri Wahyumi. Adapun suap diberikan terkait lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo pada 2019.
Kasus ini terjadi setelah Sri Wahyumi dilantik sebagai Bupati Kepulauan Talaud periode 2014-2019. Sri kerap melakukan pertemuan di rumah dinas dan rumah pribadinya dengan sejumlah ketua kelompok kerja (Pokja) pengadaan barang dan jasa.
Selain itu, Sri juga aktif menanyakan daftar paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kabupaten Kepulauan Talaud yang belum dilakukan lelang. Kemudian, dia memerintahkan para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud untuk memenangkan rekanan tertentu.
Tak hanya itu, dirinya juga diduga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berupa tulisan tangan yang isinya informasi paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk.
BACA JUGA:
Sri kemudian meminta para ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud untuk memberikan commitment fee sebesar 10 persen dari nilai pagu anggaran. "Adapun uang yang diduga telah diterima oleh SWM sejumlah sekitar Rp9,5 miliar," ujar Karyoto.
Atas perbuatannya, Sri Wahyumi disangka melanggar Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Perkara ini adalah kali kedua SWM ditetapkan sebagai tersangka. Meski secara waktu, perkara kedua ini lebih dulu dilakukan oleh SWM. Pengembangan perkara ini adalah salah satu dari sekian banyak contoh perkara yang berasal dari kegiatan tangkap tangan," pungkas Karyoto.