Kembali Ditahan di Rutan KPK, Emosi Eks Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Tak Stabil
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri (Foto: Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan eks Bupati Talaud, Sri Wahyumi Manalip sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi terkait proyek pekerjaan infrastruktur.

Selanjutnya, dia langsung ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih selama 20 hari ke depan.

Padahal, dia baru saja menghirup udara bebas dari Lapas Tangerang pada Rabu, 28 April kemarin. Sri Wahyumi mendekam di lapas tersebut karena terbukti menerima suap.

"Semalam yang bersangkutan sudah keluar dari Lapas wanita Tangerang untuk perkara yang pertama," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Kamis, 29 April.

Ali kemudian menjelaskan, kondisi Sri saat ini sedang mengalami emosi yang tak stabil. Dia bahkan sampai menolak untuk hadir dalam konferensi pers penetapan dan penahanan.

"Saat ini (Sri Wahyumi, red) ada di Rutan KPK dengan keadaan emosi yang tak stabil," ungkapnya.

Dalam kasus ini, Sri ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi setelah melakukan pemeriksaan terhadap 100 orang saksi dan penyitaan sejumlah barang bukti yang terkait dengan perkara ini.

Dugaan penerimaan gratifikasi ini adalah pengembangan dari perkara dugaan suap yang sebelumnya juga menjerat Sri Wahyumi. Adapun suap diberikan terkait lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo pada 2019. 

Adapun konstruksi perkara pemberian gratifikasi ini terjadi setelah Sri Wahyumi dilantik sebagai Bupati Kepulauan Talaud periode 2014-2019, dia kerap melakukan pertemuan di rumah dinas dan rumah pribadinya dengan sejumlah ketua kelompok kerja (Pokja) pengadaan barang dan jasa.

Selain itu, Sri juga aktif menanyakan daftar paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kabupaten Kepulauan Talaud yang belum dilakukan lelang. Kemudian, dia memerintahkan para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud untuk memenangkan rekanan tertentu.

Tak hanya itu, dirinya juga diduga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berupa tulisan tangan yang isinya informasi paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk.

Dia kemudian meminta para ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud untuk memberikan commitment fee sebesar 10 persen dari nilai pagu anggaran. Sri selanjutnya menerima uang sebesar Rp9,5 miliar.

Sri disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.