Ada Fasilitas Pengalaman Boneka Seks Dekat Sekolah, Orangtua Murid di Korea Selatan Khawatir
Ilustrasi boneka seks. (Wikimedia Commons/Nomancam)

Bagikan:

JAKARTA - Pembukaan toko yang menghadirkan pengalaman dengan boneka seks di belum lama ini di dekat sekolah di Korea Selatan, memicu kembali kontroversi dan kekhawatiran orangtua murid akan dampak buruk fasilitas tersebut terhadap anak-anak mereka. 

Sementara para penentang menyebut fasilitas tersebut sebagai bentuk baru perdagangan seks, polisi dan pejabat pendidikan kesulitan untuk melakukan penindakan, karena kurangnya undang-undang yang berlaku.

Polisi menerangkan, toko atau kafe yang menghadirkan pengalaman boneka seks dikategorikan sebagai bisnis gratis, karenanya tidak memerlukan persetujuan dari pemerintahan daerah terkait perizinan. Selain itu, belum ada standar khusus untuk mengatur bisnis baru terkait boneka seks

Jumat lalu, polisi menerima laporan adanya pengalaman boneka seks telah dibuka di Distrik Jongno Seoul.  Toko, yang terletak di dekat dua sekolah menengah, ramai dipromosikan secara online maupun offline sebagai 'toko pengalaman konten dewasa'.

Namun, ketika petugas polisi mengunjungi tempat itu, pemilik toko mengatakan dia menjalankan 'perusahaan konsultan' bagi mereka yang ingin menjalankan bisnis yang berkaitan dengan boneka seks, alih-alih  tempat di mana orang dapat menggunakan boneka seks.

Merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Lingkungan Pendidikan Korea Selatan, fasilitas yang dapat berdampak buruk pada siswa, seperti tempat hiburan dewasa, dilarang untuk berada dalam radius 200 meter dari sekolah.

Namun polisi tidak dapat menyimpulkan apakah pemiliknya melanggar undang-undang ini, karena kurangnya bukti bahwa orang menggunakan boneka seks di toko dengan membayar sejumlah uang. Memiliki boneka seks di toko itu sendiri bukan merupakan fasilitas yang berdampak buruk pada siswa, tambah mereka.

"Tidak ada dasar hukum untuk menindak fasilitas pengalaman boneka seks. Kami juga tidak memiliki departemen yang bertugas mengawasi fasilitas tersebut," kata seorang pejabat di Kantor Distrik Jongno, melansir Korea Times, Senin 19 April. 

Pejabat pendidikan mengatakan mereka mengetahui kekhawatiran orang tua. Namun di sisi lain, mereka juga hanya bisa menerima laporan dan tidak ada metode khusus yang membatasi pembukaan fasilitas pengalaman boneka seks di dekat sekolah, karena tidak memerlukan izin khusus.

Kontroversi serupa muncul sebelumnya di Yongin, Provinsi Gyeonggi, setelah seorang warga mem-posting petisi di situs web kota, 10 April, menyerukan penutupan kafe pengalaman boneka seks yang akan memulai bisnis keesokan harinya di dekat sekolah dasar dan menengah di daerah.

Kafe itu akhirnya ditutup hanya tiga hari kemudian di tengah protes keras dari orang tua dan penduduk.

"Kami telah berbicara dengan pemilik kafe, dan dia setuju untuk menutupnya dan menghapus tanda toko," terang Walikota Yongin Baek Kun-ki membalas petisi. 

Untuk diketahui, masalah boneka seks menjadi topik hangat di Korea Selatan, seiring dengan keputusan Mahkamah Agung mengizinkan impor boneka seks ke Korea Selatan pada Juni 2019 lalu. 

Saat itu pengadilan menyatakan, penggunaan boneka seks adalah ranah privasi individu, sehingga pemerintah tidak boleh mencampuri urusan tersebut.

Sementara, penentang mengklaim bahwa boneka tersebut secara seksual menjadikan wanita sebagai objek, yang dapat menyebabkan peningkatan kejahatan seksual.