Mahfud MD Sebut Kerugian Negara Akibat Penerbitan SKL BLBI Capai Rp110 Triliun
Menkopolhukam Mahfud MD (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut kerugian negara akibat penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) mencapai Rp110 triliun. 

Hal ini diketahui, setelah dirinya memanggil Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Ronald Silaban dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung Feri Wibosono ke kantornya pada Senin, 12 April.

"Saya baru saja memanggil Dirjen Kekayaan Negara dan Jamdatun dari Kejaksaan Agung tadi menghitung (kerugian, red) Rp109 lebih hampir Rp110 triliun. Jadi bukan hanya Rp108 triliun," kata Mahfud dalam keterangan video kepada wartawan, Senin, 12 April.

Lebih lanjut, Mahfud menyebut saat ini pemerintah mengikuti keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menyebut jika tak ada unsur hukum pidana dalam kasus penerbitan SKL BLBI. Kalaupun ada yang keberatan, eks Mahkamah Konstitusi (MK) ini mempersilakan masyarakat untuk melaporkan dugaan unsur pidana dalam kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"MA sekarang sudah membuat putusan yang itu tidak bisa kita tolak. Itu urusan MA," tegasnya.

"Bahwa ada masyarakat masih mempersoalkan itu silakan lapor ke MA, tetapi bagi pemerintah kebijakan BLBI tahun 1998 itu sudah selesai, sudah dianggap benar meski negara termasuk rugi," imbuh Mahfud.

Diberitakan sebelumnya, Mahfud MD telah angkat bicara soal Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi SKL BLBI yang diterbitkan KPK. Menurutnya, terbitnya SP3 ini adalah konsekuensi dari vonis Mahkamah Agung.

"Rilis SP3 oleh KPK utk Samsul Nursalim & Itjih dlm kasus BLBI (Konpres KPK tgl 1/4/21) memancing riuh. SP3 itu adl konsekuensi dari vonis MA bhw kasus itu bkn pidana," katanya seperti dikutip dari Twitter @mohmahfudmd, Kamis, 8 April.

Sebagai informasi, putusan Mahkamah Agung yang disinggung Mahfud adalah putusan terhadap Syafruddin Arsyad Temenggung. Lewat putusan bernomor 1555 K/PID.SUS/2019, MA membebaskan Syafruddin di tingkat kasasi dan menyebut kasus itu bukan tindak pidana tapi perdata.

"Samsul N dan Itjih dijadikan Tersangka oleh KPK bersama ex Kepala BPPN Syafruddin Tumenggung (ST). ST dijatuhi pidana korupsi oleh PN, 13 thn plus denda 700 jt dan diperberat oleh PT menjadi 15 thn plus denda 1M. Tp MA membebaskan ST dgn vonis, kss itu bkn pidana," ungkapnya.

Dia kemudian menyebut KPK sudah mengajukan peninjauan kembali terhadap putusan tersebut. Tapi, Syafruddin tetap bebas dan pasangan suami istri, Sjamsul dan Itjih Nursalim juga ikut.

Selanjutnya, pemerintah bakal melakukan penagihan dan memburu aset para pelaku. Sebab, utang dalam perdata dalam perkara ini mencapai lebih dari Rp108 triliun.

Sehingga, Presiden lantas mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) pada 6 April lalu. "Kepres yg dimaksud adl Kepres No. 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI. Di dlm kepres tsb ada 5 menteri ditambah Jaksa Agung dan Kapolri yg ditugasi mengarahkan Satgas utk melakujan penagihan dan pemrosesan semua jaminan agar segera jadi aset negara," ungkapnya.