KPK Setop Kasus BLBI, Pengacara Kondang Prof Otto Hasibuan Apresiasi Firli Bahuri dkk
Gedung KPK (VOI)

Bagikan:

JAKARTA - KPK menghentikan penyidikan kasus surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pengacara Sjamsul Nursalim, Otto Hasibuan mengapresiasi KPK yang dipimpin Firli Bahuri. 

“Bahwa kami menyambut baik dan menyampaikan apresiasi kepada KPK atas keputusannya untuk menghentikan penyidikan perkara terhadap klien kami atas sangkaan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) terkait pemenuhan kewajiban Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh klien,” kata Otto Hasibuan dalam keterangan tertulis kepada VOI, Kamis, 1 April.

Otto Hasibuan mengatakan,  keputusan KPK sangat tepat dan sesuai dengan hukum karena dengan telah dilepaskannya Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging). Hal ini berdasarkan Putusan  Kasasi Mahkamah Agung No. 1555 K/Pid.Sus/2019 yang telah berkekuatan hukum tetap, maka tidak ada legal basis untuk meneruskan penyidikan terhadap klien Sjamsul Nursalim.

“Bahwa kasus klien terkait penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia telah berlangsung lebih dari 20 tahun, sehingga secara hukum pun seharusnya telah daluwarsa. Klien beberapa kali telah dinyatakan selesai memenuhi kewajibannya oleh Pemerintah Republik Indonesia, namun masih terus dipermasalahkan sehingga tidak ada jaminan kepastian hukum,” sambung Otto Hasibuan. 

Bagi tim pengacara Sjamsul Nursalim, keputusan KPK menghentikan kasus BLBI yang diusut sejak era Antasari Azhar memberikan angin segar dalam penegakan hukum oleh KPK di Indonesia.

“Khususnya  dalam memberi jaminan kepastian hukum,” sambung Otto Hasibuan.

Sebelumnya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memastikan pihaknya sudah melaporkan penghentian penyidikan dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Dewan Pengawas.

Pelaporan ini, sambungnya, dilakukan sebelum KPK mengumumkan menerbitan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) terhadap pasangan suami istri, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim serta Syafruddin Arsyad Tumenggung.

"Terkait lapor ke dewas pasti kita sudah lapor terkait penerbitan SP3 dan SP3 itu sudah kita terbitkan per tanggal 31 Maret," ungkap Alex dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube KPK RI, Kamis, 1 April.

Selanjutnya, dia juga menyebut, KPK juga akan menyerahkan surat penghentian penyidikan tersebut kepada Sjamsul Nursalim dan istrinya, serta Syafruddin.

"Tentu kami akan memberitahukan atau menyampaikan surat penghentian penyidikan tersebut," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK mengumumkan menghentikan penyidikan kasus korupsi penerbitan SKL BLBI yang menjerat tiga orang sebagai tersangka yaitu pemegang saham pengendali Bank Dagang Indonesia (BDNI), Sjamsul dan Itjih Nursalim serta eks Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung. Hal ini dilakukan didasari dengan ketentuan di UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 Pasal 40.

Selain itu, penerbitan surat ini juga menjadi salah satu wujud dalam memberikan kepastian hukum sesuai aturan yang berlaku.

Dalam perkara ini, KPK sudah melakukan penyidikan sejak 2 Oktober 2017. Saat itu, salah satu tersangka yaitu Syafruddin Arsyad Tumenggung yang merupakan mantan Ketua BPPN sempat menjalani pengadilan tingkat pertama. Selanjutnya, sesuai dengan putusan Nomor 39/Pidsus-TPK/2018/PN.JKT.PST, Syafruddin dijatuhi pidana penjara 13 tahun dan denda Rp700 juta.

Namun, dia mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi hingga dan akhirnya masa hukumannya menjadi 15 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar. Tak terima, Syafruddin kemudian mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung.

Kemudian, pada 9 Juli 2019, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang diajukan Syafruddin yang membatalkan putusan di pengadilan tingkat sebelumnya. Meski telah mengajukan peninjauan kembali namun permohonan itu ditolak.

Selanjutnya, dari putusan yang ada KPK kemudian meminta pendapat dan keterangan ahli hukum pidana dan pada pokoknya, disimpulkan bahwa tidak ada lagi upaya hukum yang dapat dilakukan KPK.

Karena itu, berdasarkan Pasal 11 UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, KPK kemudian berkesimpulan syarat dalam perkara ini tak terpenuhi.