Bagikan:

JAKARTA - Presiden Volodymyr Zelensky telah menepis prakarsa perdamaian China-Brasil untuk perang di Ukraina "merusak", mengeluhkan lantaran Kyiv tidak terlibat dalam proses tersebut.

Tiongkok dan Brasil pada Bulan Mei menyerukan konferensi perdamaian internasional yang diakui oleh Rusia dan Ukraina, melibatkan partisipasi yang setara dari semua pihak, dan apa yang mereka sebut sebagai pembahasan yang adil dari semua rencana perdamaian.

"Usulan Tiongkok-Brasil itu merusak, itu hanya pernyataan politik," kata Presiden Zelensky dalam sebuah wawancara yang diunggah pada Hari Rabu oleh media Brasil Metropoles, dilansir dari Reuters 13 September.

"Bagaimana Anda bisa menawarkan 'ini inisiatif kami' tanpa meminta apa pun dari kami?" lanjutnya.

Presiden Zelensky mengatakan prakarsa itu tidak menghormati Ukraina dan integritas teritorialnya, menurut rekaman video yang diunggah oleh Metropoles, bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin harus mengambil langkah-langkah untuk menunjukkan bahwa ia ingin mengakhiri perang.

Pemimpin Ukraina itu juga mengatakan, ia telah menawarkan untuk membahas proposal tersebut dengan Tiongkok dan Brasil.

Reuters melaporkan pada Bulan Juni, China telah mencoba mengajak negara-negara berkembang untuk bergabung dengan inisiatif enam poin, yang dikeluarkan sebelum pertemuan puncak yang dipimpin Ukraina di Swiss.

Presiden Putin mengatakan pada Bulan Mei, ia mendukung proposal perdamaian Tiongkok dan bulan ini mengusulkan agar Tiongkok dan Brasil, serta India, dapat bertindak sebagai mediator dalam perundingan perdamaian potensial atas Ukraina.

Rencana 12 poin yang diajukan oleh Beijing pada awal perang tersebut mendapat sambutan hangat di Ukraina, sementara Amerika Serikat mengatakan Tiongkok menampilkan dirinya sebagai pembawa perdamaian tetapi mencerminkan "narasi palsu" Rusia dan gagal mengutuk invasinya.

Proposal Presiden Zelensky sendiri mencakup penarikan pasukan Rusia dari Ukraina, pemulihan perbatasan Ukraina pasca-Soviet tahun 1991, dan meminta pertanggungjawaban Rusia atas tindakannya.

Dikatakannya, ia memandang pemerintah Brasil sebagai "lebih pro-Rusia" dan menambahkan: "Penting untuk diingat bahwa kecintaan Rusia bersifat sementara dan ketidakhormatan Rusia terhadap supremasi hukum bersifat permanen."