JAKARTA - Polemik terkait rencana impor beras ditutup oleh pernyataan Presiden Joko Widodo. Presiden menegaskan sampai bulan Juni 2021, pemerintah tidak akan mengadakan impor beras.
Mulanya, isu ini diembuskan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah akan melakukan impor beras dalam waktu dekat. Hal ini dilakukan untuk menjaga pasokan di dalam negeri, sehingga harga tetap terkendali.
"Salah satu yang penting adalah penyediaan beras dengan stok 1 juta-1,5 juta," ujar Airlangga beberapa waktu lalu.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi kemudian mengamini rencana tersebut. Menurutnya, keputusan itu diambil dengan perhitungan yang matang dengan ketersediaan di Perum Bulog.
Lutfi menjelaskan terdapat notulen rapat di tingkat kabinet yang menyatakan bahwa Perum Bulog harus memiliki cadangan beras atau iron stock sebanyak 500 ribu ton. Pengadaan beras tersebut bisa berasal dari impor.
Sementara, ia mendapatkan informasi bahwa stok beras Bulog saat ini hanya 800 ribu ton. Jumlah itu termasuk sisa beras impor pada 2018 yang sebanyak 270 ribu ton sampai 300 ribu ton.
Menurut Lutfi, beras hasil impor pada 2018 kemungkinan akan turun mutu. Alhasil, jika stok saat ini dikurangi sisa beras impor, maka jumlahnya bisa di bawah 500 ribu ton.
BACA JUGA:
Didukung dan ditentang
Wakil Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi Golkar Gde Sumarjaya Linggih sepakat dengan rencana impor beras. Dia menilai, semua pihak harus melihat persoalan dengan utuh sebelum menolak. Sebab menurutnya, rencana impor beras dimaksudkan untuk menjaga kestabilan harga pangan di pasaran.
“Sesungguhnya hampir tiap tahun kita (Indonesia.red) impor beras. Jadi mempersiapkan logistik pangan, apalagi diramalkan akan terjadi La Nina di tahun 2021 oleh BMKG. Ini perlu menjadi perhatian, karena kita tidak hanya berpihak pada petani, tetapi juga kepada rakyat,” kata Gde Sumarjaya.
Namun, hal ini juga ditentang sejumlah pihak. Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP, Evita Nursanty meminta Kementerian Perdagangan untuk tidak gegabah memutuskan impor beras pada masa panen raya di sejumlah wilayah Indonesia.
“Impor kita dukung apabila terjadi darurat bencana, terjadi kelangkaan produksi dan stok ataupun impor beras khusus untuk kebutuhan tertentu, itupun dengan pertimbangan dan alasan matang agar tidak mengganggu kestabilan harga di tingkat petani,” ujar Evita.
Kemudian, Ombudsman RI mengindikasikan adanya potensi maladministrasi dalam wacana impor 1 juta ton beras yang akan dilakukan pemerintah. Karena itu, Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika meminta agar polemik impor beras ini perlu didalami.
"Kami melihat bahwa kebijakan impor beras dan tata kelola pangan di Indonesia masih menyisakan beberapa permasalahan yang berpotensi mengandung maladmisnitrasi di dalamnya," ujar Hendra.
Rencana impor beras ini, kata Hendra, dikeluarkan di saat produksi dalam negeri tidak ada masalah. Bahkan, tok beras pun di tingkat penggilingan juga tidak ada masalah. Karena itu, pihaknya menilai ada kesalahan dalam memutuskan kebijakan impor beras di tahun ini.
"Kami melihat jangan-jangan ada yang salah dalam memutuskan ini," tuturnya.
Jokowi buka suara
Polemik soal impor beras ditutup oleh pernyataan Presiden Joko Jokowi menegaskan sampai beberapa bulan ke depan, pemerintah tidak akan mengimpor beras.
"Saya pastikan bahwa sampai bulan juni 2021 tidak ada beras impor yang masuk ke negara kita Indonesia. Kita tahu sudah hampir tiga tahun impor ini tidak mengimpor beras," kata Jokowi dalam tayangan Youtube Sekretariat Presiden, Jumat, 26 Maret.
Jokowi meminta polemik terkait rencana impor beras disudahi. "Saya minta segera hentikan perdebatan yang berkaitan dengan impor beras," lanjutnya.
Sebab, saat ini sudah memasuki musim panen. Sayangnya, harga beras dari serikat petani belum sesuai yang diharapkan. Dengan adanya polemik impor beras, Jokowi mengkhawatirkan harga jual gabah di tingkat petani turun atau anjlok.