JAKARTA - Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa disebut memiliki peran dalam rangkaian kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015 sampai dengan 2022.
Selain menjadi admin grup WhatsApp 'new smelter', Mukti Juharsa yang kala itu masih berpangkat kombes dan menjabat sebagai Direktur Kriminal Khusus Polda Kepulauan Bangka Belitung itu juga menyampaikan kesepakatan setoran smelter swasta ke PT Timah Tbk sebesar 5 persen dari kuota ekspor bijih timah.
Hal itu terungkap berdasarkan keterangan mantan general manager (GM) Produksi PT Timah Tbk Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Ahmad Syahmadi, yang dihadirkan sebagai saksi.
Awalnya saksi menyampaikan adanya pertemuan di Hotel Borobudor, Jakarta, pada 2018. Pembicaraannya menindaklanjuti permintaan dari PT Timah kepada para smelter swasta untuk menyetokan 50 persen dari kuota ekspor bijih timah.
Permintaan itu dikarenakan smelter swasta telah mendapatkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) serta penambangan dilakukan di wilayah IUP PT Timah. Kerja sama itu dilakukan untuk meningkatkan produksi PT Timah Tbk.
"Apa yang dibahas di Hotel Borobudor? tadi kan di Novotel jelas ada permintaan dari PT Timah untuk meningkatkan produksi PT Timah. Kalau di Borobudor apa yang dibahas Pak?" tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 22 Agustus.
"Intinya sama. Tadinya kita minta bantuan ke para smelter dengan melalui juga ada hadir pejabat utama Provinsi Bangka Belitung minta bantuan agar mereka membantu produksi bijih PT Timah. Saya sempat bertanya sebelum berangkat ke melalui Pak Dir Operasional, Pak Dirut punya aspirasi agar produksi logam dari Bangka Belitung itu fifty-fifty, Yang Mulia," sebut Syahmadi
"Karena secara sebelum-sebelumnya, itu rata-rata tiap tahun itu keluar ekspor logam dari Bangka Belitung sekitar 70 ribu ton, PT Timah hanya sekitar 20 ribu, 21 ribu, 22 ribu segitu terus Yang Mulia. Sehingga ada aspirasi dari direksi, nah tolong dibantu agar fifty-fifty. Kenapa fifty-fifty? Karena para smelter swasta pada waktu itu juga mendapatkan RKAB," sambung Syahmadi.
Dalam pertemuan itu ikut dihadiri oleh mantan Gubernur Bangka Belitung, Erzaldi Rosman, almarhum Saiful Zuhri yang merupakan Kapolda Bangka Belitung saat itu, dan para pihak smalter swasta.
Syahmadi menjelaskan permintaan bagian 50 persen itu merupakan aspirasi dari Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 dan Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk periode April 2017-Februari 2020.
Namun, Syahmadi mengklaim tak mengikuti pertemuan itu hingga selesai. Dia hanya mengetahui bila hasil kesepakatan dari forum itu diumumkan di grup WhatsApp bernama 'New Smelter'.
BACA JUGA:
Kesepakatannya, para smelter swasta hanya menyepakati memberikan bagian 5 persen ke PT Timah dari kuota ekspor.
"Kemudian siapa di grup itu yang aktif membahas tentang output dari borobudur ini, ada permintaan 50 50 apa disepakati atau tidak seperti apa?" tanya jaksa.
"Ya detailnya saya pulang duluan Yang Mulia, saya tidak nanggapi. Cuma diumumkan di grup WhatsApp itu," jawab Syahmadi.
"Apa pengumumannya Pak?" tanya jaksa.
"Intinya aspirasi PT Timah 50 persen, forum sepakat untuk 5 persen," jawab Syahmadi.
Kemudian, jaksa mencoba mendalami siapa yang memberikan pengumuman di grup WhatsApp tersebut. Saat itulah, Syahmadi menyebut Brigjen Mukti Juharsa yang menyampaikannya.
"Siapa yang menyampaikan itu di grup WA?" tanya jaksa.
"Pak Dirreskrimsus," jawab Syahmadi.
Dengan adanya kesepakatan itu, Syahmadi merekap komitmen para smelter tersebut. Hanya saja, tak semuanya yang menyanggupi kesepakatan itu.
"Terus tanggapan para anggota smelter di grup itu?" tanya jaksa.
"Terus saya diminta merekap bahwa mereka tuh komit nggak untuk kirim 5 persen. Saya merekap," jawab Syahmadi.
"Terus komitmennya disanggupi oleh pemilik smelter?" tanya jaksa.
"Ada yang sanggup ada yang tidak," kata Syahmadi.