JAKARTA - DPR RI mengesahkan 33 rancangan atau revisi Undang-Undang (UU) yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 melalui rapat paripurna, Selasa 23 Maret.
Dari 33 RUU tersebut, RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol (LMB) menjadi salah satu prioritas yang akan dibahas dan disahkan pada tahun ini.
Anggota DPD RI Fahira Idris menilai naskah RUU LMB sudah sangat akomodatif dan komprehensif. Merujuk pada ketentuan pembahasan terakhir, RUU ini sudah mempunyai formulasi sanksi hukum yang tegas dan mempunyai dimensi perlindungan anak yang sangat kuat terhadap bahaya minol.
"RUU ini sudah sangat akomodatif. Jadi idealnya saat nanti dibahas tidak menemukan masalah yang berarti atau berlarut-larut seperti pembahasan tahun-tahun sebelumnya," ujar Fahira di Jakarta, Jumat, 26 Maret.
Selain itu, menurutnya, unsur kolaboratif juga sangat baik karena melibatkan masyarakat bersama unsur Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan penegak hukum dalam mengawasi kegiatan memproduksi, memasukan, menyimpan, mengedarkan, menjual, dan mengonsumsi minol.
"Walau judulnya ‘larangan’, tetapi sesungguhnya RUU bertujuan menjadikan minol hanya untuk kepentingan terbatas, bukan sebuah produk yang bebas diproduksi, dijual, atau dikonsumsi," katanya.
BACA JUGA:
Pengaturan seperti ini, sambungnya, juga dilakukan banyak negara lain bahkan negara yang punya kebiasaan minum alkohol seperti negara Eropa dan Amerika. Menurut Fahira, harus diatur secara tegas karena minol ini mempunyai banyak dimensi dampak mulai dari kesehatan, perlindungan anak, kecelakaan, kriminalitas, dan dampak sosial lainnya.
"Saya berharap di 2021 ini, negeri ini sudah mempunyai sebuah UU yang mengatur tegas soal minol sehingga penantian panjang kita terutama para orang tua selama puluhan tahun terlunasi,” kata Fahira.
Fahira menjelaskan, salah satu poin penting dari RUU LMB ini adalah ketentuan di pasal 8, bahwa larangan bagi setiap orang memproduksi, mendistribusi, menjual, dan mengonsumsi minol golongan A, golongan B, golongan C, minol tradisional, dan minol campuran atau racikan tidak berlaku untuk kepentingan terbatas yaitu kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.
“Jadi salah satu letak akomodatifnya RUU ini adalah semua larangan dikecualikan untuk kepentingan-kepentingan terbatas. Semua kepentingan terbatas ini nanti akan diatur lebih rinci dalam peraturan pemerintah setelah RUU ini menjadi UU," jelas Ketua Gerakan Nasional Anti Miras ini.
"Jadi hemat saya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Segelintir yang menolak RUU ini menurut saya belum membaca secara utuh dan jernih saja,” kata Fahira menambahkan.