Bagikan:

JAKARTA - Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan, pasukan Ukraina telah merebut lebih dari 1.250 km persegi (480 mil persegi) dalam "operasi pertahanan" di wilayah Kursk Rusia, mendesak sekutu untuk mengizinkan serangan dengan senjata Barat jauh ke dalam wilayah tersebut.

Dua minggu setelah pasukan Ukraina melancarkan serangan mendadak ke wilayah barat Rusia, Presiden Zelensky mengatakan operasi yang "tidak diketahui siapa pun" membuktikan tidak ada garis merah Kremlin yang perlu diwaspadai.

"Konsep naif dan ilusif tentang apa yang disebut garis merah mengenai Rusia, yang mendominasi penilaian perang oleh beberapa mitra, telah hancur berantakan akhir-akhir ini di suatu tempat di dekat Sudzha," katanya, mengacu pada kota perbatasan yang saat ini berada di bawah kendali Kyiv, melansir Reuters 20 Agustus.

Dalam pidato kepada para duta besar negara sahabat yang dipublikasikan di platform pesan Telegram, Presiden Zelensky mengatakan pasukan Ukraina telah merebut total 92 permukiman.

"Jika mitra kami mencabut pembatasan penggunaan senjata di wilayah Rusia, kami tidak perlu memasuki wilayah Kursk secara fisik," kata Presiden Zelensky, dengan alasan perlunya melindungi masyarakat perbatasan Ukraina.

Pejabat Kyiv diketahui sejak lama mendesak sekutu untuk mengizinkan serangan jarak jauh terhadap target militer di dalam Rusia, seperti lapangan udara dan gudang militer, tetapi sebagian besar seruan tersebut tidak mengubah pendekatan Barat.

Presiden Zelensky juga mengatakan, pembatasan tersebut melemahkan kemampuan Kyiv untuk menangkis serangan Rusia di timur, di wilayah pusat strategis Pokrovsk dan Toretsk.

Kedua kota tersebut telah menyaksikan pertempuran paling sengit baru-baru ini karena pasukan Rusia terus maju, bergerak sedekat 10 km (6,2 mil) ke pinggiran Pokrovsk.

"Semua orang harus ingat, Ukraina tidak akan menghentikan kemajuan tentara Rusia di garis depan hanya dengan satu keputusan yang kami tunggu dari mitra kami," tegas Presiden Zelensky.

Ia sekali lagi menekankan perlunya pengiriman senjata tepat waktu, sebuah isu yang sering muncul selama invasi yang telah berlangsung selama 30 bulan.

Logistik semacam itu saat ini "menghadapi penundaan", katanya mengacu pada kesepakatan dengan mitra-mitra utama, termasuk AS.