3 Pejabat Kemensos, Effendi Gazali Sampai Adik Ihsan Yunus Dipanggil KPK
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil sejumlah petinggi di Kementerian Sosial. Mereka bakal diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19 di Jabodetabek.

Mereka adalah Sekjen Kementerian Sosial Hartono Laras; Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Dirjen Linjamsos) Kementerian Sosial Pepen Nazarudin; dan Staf Ahli Kementerian Sosial Kukuh Ari Wibowo. 

“Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MJS (Matheus Joko Santoso, PPK Kemensos),” kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 25 Maret.

Selain itu, KPK juga memanggil pengamat komunikasi Effendi Gazali dan tiga pihak swasta lainnya yaitu Triana dari PT Indo Nufood Indonesia; Amelia Prayitno dari PT Cyber Teknologi Nusantara; dan Muhammad Rakyan Ikram. Mereka juga akan diperiksa sebagai saksi untuk Matheus Joko.

"Mereka juga diperiksa sebagai saksi," kata dia.

Adapun Ikram adalah adik mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ihsan Yunus. Politikus PDI Perjuangan ini namanya kerap dikaitkan dalam kasus suap pengadaan bansos COVID-19 dan diduga telah menerima uang hingga miliaran rupiah dan dua unit sepeda Brompton melalui operatornya, Agustri Yogasmara.

Ali tak memaparkan lebih lanjut terkait pemeriksaan atau materi yang akan ditanyakan kepada para saksi. Namun, mereka diduga mengetahui kasus yang menjerat sejumlah tersangka ini.

Sebelumnya, KPK menetapkan sejumlah tersangka terkait dengan dugaan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) paket sembako untuk pengananan COVID-19 di wilayah Jabodetabek termasuk Sebelumnya, KPK menetapkan sejumlah tersangka terkait dengan dugaan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) paket sembako untuk pengananan COVID-19 di wilayah Jabodetabek termasuk mantan Mensos Juliari.

Selain Juliari, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya yaitu Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial (PPK) MJS dan AW sebagai penerima suap serta AIM dan HS selaku pemberi suap.

Kasus ini berawal ketika Juliari menunjuk dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso dan Adi dalam pelaksanaan proyek ini dengan cara penunjukkan langsung para rekanan. KPK menduga disepakati adanya fee dari paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial.

Adapun untuk fee setiap paket bansos COVID-19 yang disepakati Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu dari nilai sebesar Rp300 ribu.

Matheus dan Adi kemudian membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan penyediaan bansos pada Mei-November 2020. Rekanan yang dipilih adalah AIM, HS, dan PT Rajawali Parama Indonesia alias PT RPI yang diduga milik Matheus dan penunjukannya diketahui Juliari.

Pada pendistribusian bansos tahap pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar. Matheus memberikan sekitar Rp 8,2 miliar secara tunai kepada Juliari melalui Adi yang kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi.

Saat melakukan OTT dalam perkara ini, KPK juga menyita barang bukti berupa uang yang sudah disiapkan dari pemberi suap yakni AIM dan HS di salah satu apartemen di Jakarta dan Bandung. Uang Rp14,5 miliar disimpan di sejumlah koper dan tas serta terdiri dari pecahan rupiah dan uang asing.