Bagikan:

JAKARTA - Melalui rekonstruksi kasus suap terkait dugaan bantuan sosial (bansos) COVID-19 di Jabodetabek, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap telah terjadi pemberian berupa Rp1,53 miliar dan dua unit sepeda lipat Brompton.

Sementara terkait pemberian dua unit sepeda lipat Brompton dilakukan oleh Harry Sidabuke kepada Yogas pada November 2020. Saat itu, Harry langsung memasukkan dua unit sepeda ke dalam bagasi mobil yang digunakan oleh perantara Ihsan.

Dalam adegan pertama rekonstruksi ini, Ihsan Yunus yang diperankan oleh pemeran pengganti ikut melakukan pertemuan di ruangan Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) Kementerian Sosial (Kemensos) Syafii Nasution. Pertemuan ini yang terjadi pada Februari 2020. 

Selain Ihsan, pertemuan itu juga dihadiri oleh Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos. Ihsan yang kini duduk sebagai Anggota Komisi II DPR digambarkan berbincang dengan Joko dan M Syafii Nasution. 

Diketahui, nama mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ihsan Yunus kerap dikaitkan dengan kasus dugaan suap bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek yang  menjerat mantan Mensos Juliari Peter Batubara. 

KPK bahkan telah memanggil Ihsan Yunus untuk diperiksa pada Rabu, Januari lalu. Hanya saja, legislator dari PDI Perjuangan itu tak memenuhi pemeriksaan tersebut dengan alasan belum menerima surat panggilan tim penyidik sehingga akan dilakukan penjadwalan ulang.

Selain itu, untuk mengusut keterlibatannya dalam kasus ini, KPK juga menggeledah kediaman orangtua Ihsan Yunus di Jakarta Timur pada Selasa, 12 Januari lalu. Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita alat komunikasi dan beberapa dokumen terkait bansos COVID-19.

Berikutnya, penyidik sudah dua kali memeriksa pengusaha Muhammad Rakyan Ikram yang disebut sebagai adik Ihsan Yunus. Dalam pemeriksaan Jumat, 29 Januari lalu, penyidik KPK mencecar Rakyan mengenai pembagian jatah dan kuota pendistribusian bansos COVID-19 karena dia juga ikut menggarap proyek tersebut.

Sebelumnya, KPK menetapkan sejumlah tersangka terkait dengan dugaan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) paket sembako untuk pengananan COVID-19 di wilayah Jabodetabek termasuk Menteri Sosial non-aktif Juliari Batubara.

Selain Juliari, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya yaitu Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial (PPK) MJS dan AW sebagai penerima suap serta AIM dan HS selaku pemberi suap.

Kasus ini berawal ketika Juliari menunjuk dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso dan Adi dalam pelaksanaan proyek ini dengan cara penunjukkan langsung para rekanan. KPK menduga disepakati adanya fee dari paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial.

Adapun untuk fee setiap paket bansos COVID-19 yang disepakati Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu dari nilai sebesar Rp300 ribu.

Matheus dan Adi kemudian membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan penyediaan bansos pada Mei-November 2020. Rekanan yang dipilih adalah AIM, HS, dan PT Rajawali Parama Indonesia alias PT RPI yang diduga milik Matheus dan penunjukannya diketahui Juliari.

Pada pendistribusian bansos tahap pertama diduga diterima fee Rp 12 miliar. Matheus memberikan sekitar Rp 8,2 miliar secara tunai kepada Juliari melalui Adi yang kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi.

Dalam operasi senyap ini, KPK juga menyita barang bukti berupa uang yang sudah disiapkan dari pemberi suap yakni AIM dan HS di salah satu apartemen di Jakarta dan Bandung. Uang Rp14,5 miliar disimpan di sejumlah koper dan tas serta terdiri dari pecahan rupiah dan uang asing.