JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memerintahkan jajarannya untuk memeriksa keamanan data-data milik Pemprov DKI.
Hal ini dilakukan buntut kasus peretasan server pusat data nasional (PDN) oleh hacker ransomware.
"Saya ingin rapatkan pejabat-pejabat yang menangani data," kata Heru ditemui di Johar Baru, Jakarta Pusat, Senin, 1 Juli.
Heru juga akan membahas persoalan keamanan data pemerintah daerah di Jakarta dengan lembaga lain seperti Badan Pertanahan Negara (BPN) hingga Ditjen Dukcapil Kemendagri serta dinas Dukcapil daerah penyangga.
"Kemarin saya sudah undang Dukcapil Jabotabek plus Pak Dirjen membahas seperti ini ya. Mudah-mudahan aman," ucap Heru.
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto sebelumnya mewajibkan seluruh kementerian, lembaga dan instansi mem-back up atau mencadangkan data untuk mengantisipasi adanya peretasan seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.
"Setiap tenant atau kementerian juga harus memiliki backup, ini mandatori, tidak opsional lagi, sehingga kalau secara operasional pusat data nasional sementara berjalan, ada gangguan, masih ada back up," kata Hadi Senin, 1 Juli.
BACA JUGA:
Diketahui, Indonesia baru saja dihadapkan pada salah satu serangan siber besar yang mengguncang stabilitas digital nasional.
Pusat Data Nasional (PDN), yang seharusnya menjadi pondasi keamanan data publik, diretas oleh ransomware, mengungkapkan kelemahan sistem keamanan siber negara dan memunculkan pertanyaan serius tentang kesiapan kita menghadapi ancaman digital ke depan.
Pada Juni 2024, serangan dimulai dengan penonaktifan Windows Defender, alat pertahanan utama pada sistem operasi Windows di PDN. Peretas kemudian melancarkan serangan ransomware terhadap PDN dan meminta tebusan 8 juta dolar AS atau sekitar Rp131 miliar.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melaporkan bahwa serangan ini mempengaruhi data dari 44 instansi pemerintah, memaksa pemerintah untuk memindahkan data ke pusat data sementara dalam keadaan darurat. Meskipun upaya pemulihan telah dilakukan, gangguan terhadap layanan publik masih terasa.
Serangan ini tidak hanya mengganggu layanan publik, tetapi juga berdampak luas pada sektor seperti imigrasi dan pendidikan. Mahasiswa yang menerima bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP) mengalami kesulitan dalam mengakses dana bantuan mereka, sementara potensi kebocoran data pribadi meningkatkan kekhawatiran di masyarakat.
Meskipun pemerintah berupaya keras untuk menangani dampak serangan, respons mereka dinilai kurang koordinatif. Kritik terhadap manajemen PDN yang dianggap tidak profesional semakin mengemuka, mempertanyakan keandalan sistem dan kesiapan menghadapi serangan siber.