Dalam Sidang Suap Benur, Hakim Tanya Kapasitas Ali Mochtar Ngabalin Ikut Plesiran ke Hawaii
Tenaga Ahli Utama Staf Kantor Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin (Foto: DOK ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Bagian Humas Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) Desri Yanti menyebut Ali Mochtar Ngabalin bisa ikut dalam perjalanan ke Hawaii bersama Edhy Prabowo karena masuk dalam daftar petinggi di KKP.

Pernyatan itu disampaikan Desri ketika bersaksi dalam persidangan perkara dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur dengan terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP), Suharjito.

Mulanya, Desri menjelaskan agenda perjalanan Edhy Prabowo bersama petinggi KKP ke Hawaii. Hingga dalam penjelasan itu menyinggung nama Ali Mochtar Ngabalin yang mengalami kendala saat berpindah hotel.

"Nah ternyata pada saat hasil PCR yang didapat dari Los Angeles (LA) ini kan sudah last minute jadi sambil PCR hasil keluar siang, kami sudah ke bandara. Kemudian dibantu pihak KBRI untuk mendaftarkan online ternyata sepertinya ada yang tidak terverivikasi dengan baik sehingga aplikasi untuk travelnya tidak muncul barcode," ucap Desri dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 17 Maret.

"Nah barcodenya ini yang kemudian diminta oleh pihak hotel. Ada dua orang delegasi yaitu Pak Slamet dan Pak Ngabalin yang tidak punya," sambung dia.

Mendengar pernyataan itu, hakim ketua Albertus Usada memastikan dua nama yang disebut oleh Desri. Tujuannya, agar tidak ada kesalahan persepsi dalam pemeriksan di persidangan.

"Slamet siapa?" tanya hakim.

"Slamet Soebjakto Direktur Jenderal Perikanan Budidaya," jawab Desri.

"Terus Ngabalin itu siapa?" kata hakim kembali melontarkan pertanyaan.

"Kalau Pak Mochtar Ngabalin Pak," ungkap Desri.

Lantas, Albertus kembali melontarkan kapasitas Ali Mochtar Ngabalin ikut dalam perjalanan itu. Desri pun mejawab jika pria yang juga menjabat sebagai Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) juga memiliki posisi di KKP.

"Beliau sebagai Penasehat Komisi Pemangku Kepentingan Publik," kata Desri.

Dalam perkara dugaan suap izin ekspor benih lobster ini, Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP), Suharjito didakwa menyuap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo sebesar Rp2,1 miliar. Suap itu berkaitan dengan izin ekspor benih lobster atau benur.

"Terdakwa Suharjito telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi sesuatu berupa uang seluruhnya USD 103 ribu dan Rp 706.055.440 kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu kepada Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Menteri KP-RI)," ujar jaksa KPK Siswandono dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 11 Februari.

Jumlah suap senilai Rp2,1 miliar merupakan akumulasi uang yang diberikan. Sebab, jika dikonversikan ke rupiah, 103 ribu dolar Amerka Serikat (AS) senilai Rp 1.441.799.150 atau sekitar Rp1,4 miliar.

Dalam dakwaan juga disebut jika Suharjito memberikan suap ke Edhy Prabowo melalui staf khusus menteri KKP Safri dan Andrau Misanta Pribadi. Selain itu, tertulis juga nama Sekretaris Pribadi Edhy bernama Amiril Mukminin, dan Ainul Faqih selaku staf pribadi istri dari Edhy Prabowo, yakni, Iis Rosita Dewi.

Suharjito didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.