JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengaku dirinya ikut dalam rombongan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berbelanja di Hawaii yang diduga menggunakan uang suap terkait ekspor benih lobster.
Saat rombongan KKP memiliki waktu luang di Hawaii, Ngabalin yang juga menjabat sebagai Pembina Komite Pemangku Kepentingan dan Kebijakan Publik (KPK2P) KKP melihat Edhy dan istrinya masuk ke toko jam merek Rolex.
Diketahui, jam Rolex menjadi salah satu barang bukti yang diamankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga pembelian barang mewah tersebut merupakan hasil korupsi pada kasus yang diusut lembaga antirasuah tersebut.
"Di depan hotel tempat kami menginap, ada toko-toko yang menjual barang-barang. Saya memang sekali pernah ikut pada waktu datang ke toko jam," kata Ngabalin dalam acara Indonesia Lawyers Club, Selasa, 1 Desember malam.
Namun, Ngabalin tak berminat untuk mengikuti langkah Edhy dan istrinya yang hendak membeli jam tersebut. "Karena itu jam mewah, saya mau tanya-tanya (harga) juga ngga bisa. Saya tahu itu jam Rolex, mahal," ungkapnya.
Ngabalin mengaku saat itu Edhy juga tidak jadi membeli di waktu dirinya ikut plesiran dengan alasan belum cukup uang. Jadi, saat itu Ngabalin melihat tidak ada transaksi yang dilakukan Edhy.
Ngabalin menduga Edhy kembali lagi ke toko tersebut untuk membeli Rolex. Namun, Ngabalin tak lagi ikut dan melihat transaksi tersebut.
"Saya tidak tahu kalau nanti berikutnya jadi membeli. Karena, berikutnya itu saya sudah tidak ikut shopping," ucapnya.
Ngabalin juga menjelaskan alasan dirinya turut berangkat ke Amerika Serikat bersama rombongan Edhy. Semenjak Edhy menjadi menteri, dia kerap mengajak pembina dan penasihat KKP seperti Ngabalin untuk melihat langsung kegiatan KKP.
Alasannya kata Ngabalin, hasil kerja sama pengelolaan perikanan atau perairan sejenis lainnya bisa ia teruskan untuk disosialisasikan kepada para nelayan di Indonesia.
"Ada beberapa kerja sama yang dilakukan oleh KKP oleh Pak Edi dengan begitu maka selaku pembina KPK2), kami bisa juga menyampaikan kepada para nelayan bahwa ada harapan besar dari Kementerian yang telah membuka pengembangan kajian lobster, udang, dan sejenisnya," jelasnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya KPK membuka kemungkinan untuk memeriksa Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin yang ikut dalam rombongan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan.
Deputi Penindakan KPK Karyoto mengatakan Ngabalin bisa saja diperiksa oleh penyidik jika dalam penyidikan ditemukan petunjuk atau bukti berkaitan dengan kasus korupsi benur.
"Kalau Ali Ngabalin diberikan sesuatu yang sifatnya oleh-oleh itu katagorinya akan lain, kecuali ada tracing kemudian ada porsi tertentu dan rutin tentu kita pertanyakan. Tapi selama ini kami sedang mengumpulkan bukti-bukti apakah ada ke situ (penerimaan uang, red) atau tidak," kata Karyoto.
Dalam kasus ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).
Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).