JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosita Dewi, serta beberapa pihak lainnya dihadirkan jaksa sebagai saksi dalam persidangan dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur.
Dalam persidangan dengan terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito itu, muncul beberapa fakta baru. Misalnya, kode 'Paus' sebagai pengganti nama Edhy Prabowo hingga keromantisan eks Menteri itu terhadap istrinya.
Untuk kode terungkap ketika Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Andhika Anjaresta memberi kesaksian dalam persidangan.
Kode itu digunakan oleh Amiril Mukminis, sekretaris pribadi (sespri) Edhy Prabowo saat berkomunikasi dengannya. Penggunaan kode itu terungkap dalam pembahasan mengenai pembelian jam Rolex.
Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) mempertanyakan perihal kode yang digunakan Andhika dan Amiril. Lantas saksi menjabarkan penggunaan dua kode dimulai saat sespri Edhy Prabowo itu mengirimkan pesan suara kepadanya.
"Saya dapat voice note dari Amiril pas dibuka isinya 'bang tolong carikan Rolex'. Terus saya tanya rolex itu apa, (dijawab) jam katanya," ujar Andhika dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 17 Maret
Tak hanya mengirimkan pesan suara, Amiril juga mengirimkan beberapa foto jam yang dinginkan. Andhika yang belum mengerti maksud dari pesan itu mempertanyakan perihal peruntukan jam tersebut.
"Kemudian dikirimkan gambar-gambarnya. Saya tanya buat siapa," kata Andhika.
"Terus (dijawab) buat 'paus'," sambung Andhika menirukan jawaban Amiril.
Andhika saat itu mempertanyakan arti dari kode 'Paus' tersebut. Dia memastikan jika paus yang dimaksud itu merupakam Edhy Prabowo yang saat itu menjabat Menteri KKP.
"Paus (itu) pak menteri?" kata Andhika.
"Iya buat pak menteri," sambung Andhika yang kembali menirukan jawaban Amiril.
Mendengar jawaban itu, jaksa memastikan kembali sosok paus yang dimaksud.
"Paus ini pak menteri ya?" tanya jaksa.
"Pak menteri pak," jawab Andhika.
Sementara untuk penggunaan kode 'daun si kuning' berawal ketika Andhika telah mendapatkan jam Rolex yang diminta. Dia menghubungi Amiril untuk segera mengirimkan uang pembayaran jam tersebut. Nominalnya sekitar Rp700 juta.
Hingga akhirnya, beberapa hari kemudian Amiril menghubungi Andhika. Dalam komunikasi itu kode tersebut digunakan.
"Beberapa hari kemudian Amiril bilang 'Daun sudah ada untuk si kuning'," kata Andhika.
Jaksa kembali memastikan arti dari kode tersebut. Andhika menyebut jika persepsi dari kode daun itu adalah uang.
"Tadi daun untuk si kuning sudah ada, artinya apa?" tanya jaksa.
"Kami artikan uang untuk bayar Rolex sudah ada," kata Andhika.
BACA JUGA:
Fakta lainnya yang muncul sepanjang proses persidangan itu soal keromantisan Edhy Prabowo terhadap istrinya. Iis Rosita Dewi yang juga bersaksi dalam persidangan itu menyebut sempat diberikan jam Rolex oleh suaminya.
Pemberian jam Rolex itu ketika Iis ikut dalam rombongan kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ke Hawaii, Amerika Serikat.
Pengakuan itu disampaikan Iis ketika menjawab pertanyaan jaksa penunut umum (JPU) soal ada tidaknya pemberian saat mereka berada di Hawaii.
"Apakah saksi pernah menerima jam Rolex juga dari Edhy?" tanya jaksa
"Iya saya menerima ketika di Hawaii, di dalam hotel," jawab Iis.
Jaksa mencoba merinci keterangan Iis dengan kembali bertanya asal usul jam tersebut. Tapi Iis mengaku tak tahu menahu.
"(Jam) Itu dibeli di Hawaii?" tanya jaksa.
"Saya tidak tahu persis pada dasarnya, tapi pak Edhy ketika menyerahkan, (mengatakan) this is Anniversary Present," jawab Iis.
Meski tidak mengatahui asal usul jam, Iis menyebut sempat memergoki suaminya membeli jam Rolex. Dia melihat saat proses pembayaran Edhy menggunakan kartu kredit milik Ainul Faqih yang merupakan stafnya.
"Saya menyaksikan itu ketika Pak Edhy membeli Rolex, tapi itu pun dari jauh. Sepertinya menggunakan kartu (milik Ainul) itu berikut uang tunai. Tapi saya juga tidak melihatnya tidak dari dekat,” kata Iis.
Tak hanya mengungkap keromantisan sang suami, Iis juga menyebut jika Edhy sempat memeri uang 50 ribu dolar Amerika Serikat (AS) beberapa hari sebelum berangkat ke Hawaii. Uang itupun digunakan olehnya untuk berbelanja.
"Saya lupa sehari sebelumnya atau dua hari sebelumnya. Tapi sebelum berangkat, di rumah pak Edhy menyerahkan 50 ribu dolar AS, uang tunai kepada saya," jawab Iis.
Uang itu juga digunakan untuk membeli jam Rolex. Tapi jam itu diperuntukan bagi orang tuanya sebagai hadiah ulang tahun.
"Ketika saya di Los Angeles, saya masuk ke toko Rolex, itu sengaja saya meniatkan (membeli) itu karena untuk hadiah ulang tahun ibu saya, (jam) yang silver gold harganya sekitar 18 ribu (dolar AS), itu dari uang tunai yang dipegang saya," papar Iis.
Selain itu, Iis juga sempat berbelanja di beberapa toko busana milik desainer Salvatore Ferragamo, Calvin Klein, maupun Hermes.
Tapi di toko Salvatore Ferragamo dan Calvin Klein, ia menyebut hanya membeli barang-barang diskonan. Sebab, barang yang dibelinya diperuntukan sebagai hadiah rekannya.
"Saya beli untuk kado buat temen-temen juga, itu saya beli dua sweater harganya sekitar, duanya itu 500 dolar AS," kata dia.
"Seingat saya karena memang sedang sale akhir tahun, seingat saya mungkin tidak sampai 1000 dolar AS, mungkin sekitar 300 sampai 500 dolar AS belanja di situ," sambung dia.
Sementara di toko Hermes, Iis berbelanja tas seharga sebesar 2.600 dolar AS. Kemudian, ia juga membeli syal. Tapi Iis tak mengingat jelas harganya syal tersebut. Hanya saja, jika ditotal dua barang itu seharga 7.100 dolar AS.
Namun, barang belanjaannya itu tidak menggunakan uang yang diberikan oleh Eddy. Melainkan, menggunakan kartu kredit BNI Emerald milik Plt Dirjen Perikanan Tangkap KKP, Muhammad Zaini Hanafi.
"Ketika saya ke kasir, saya akan membayar, kemudian Pak Zaini menyerahkan langsung kartunya. Jadi saya sudah mau bayar, dan saya saat itu melihat ada Pak Edhy, dan Pak Edhy, suami saya, bicara ke saya, 'Nggak papa Mah, karena uang tunai itu yang ada di Mamah saya masih perlu untuk bayar-bayar yang lain. Nanti kita tagih di tanah air," papar Iis.
Sebagai informasi, dalam perkara ini Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP), Suharjito didakwa menyuap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo sebesar Rp2,1 miliar. Suap itu berkaitan dengan izin ekspor benih lobster atau benur.
"Terdakwa Suharjito telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi sesuatu berupa uang seluruhnya USD 103 ribu dan Rp 706.055.440 kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu kepada Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Menteri KP-RI)," ujar jaksa KPK Siswandono dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 11 Februari.
Jumlah suap senilai Rp2,1 miliar merupakan akumulasi uang yang diberikan. Sebab, jika dikonversikan ke rupiah, 103 ribu dolar Amerka Serikat (AS) senilai Rp 1.441.799.150 atau sekitar Rp1,4 miliar.
Dalam dakwaan juga disebut jika Suharjito memberikan suap ke Edhy Prabowo melalui staf khusus menteri KKP Safri dan Andrau Misanta Pribadi. Selain itu, tertulis juga nama Sekretaris Pribadi Edhy bernama Amiril Mukminin, dan Ainul Faqih selaku staf pribadi istri dari Edhy Prabowo, yakni, Iis Rosita Dewi.
Suharjito didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.