JAKARTA - Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menegaskan pemerintah terbuka dan transparan, terkait penggunaan anggaran penanganan COVID-19.
Hal ini disampaikan untuk menanggapi isu adanya masalah dalam pengadaan alat tes di awal pandemi terjadi.
"Saya perlu menegaskan, pemerintah pada prinsipnya menjunjung tinggi transparansi dan keterbukaan dalam penggunaan anggaran yang dialokasikan untuk program penanganan COVID-19," kata Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 16 Maret.
Transparansi dan keterbukaan ini, sambung dia, dibuktikan dengan pelibatan tim pengawas dari dua lembaga yang berbeda yaitu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa (LKPP).
"Dengan demikian, pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan secara terbuka dan akuntabel," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, pengadaan alat tes COVID-19 real time polymerase chain reaction (RT-PCR) di Indonesia saat awal pandemi diduga bermasalah. Puluhan rumah sakit mengembalikan ratusan ribu alat tes COVID-19 kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) karena tak dapat digunakan.
Dalam investigasi Majalah Tempo bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) dkk menemukan ada dugaan kerugian negara dalam pengembalian ratusan ribu alat tes RT-PCR COVID-19. Besarnya sekitar Rp170 miliar. Hal ini akibat pengadaan alat tes yang tidak akurat.
BACA JUGA:
Menjawab hal ini, anggota tim Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Suryopratomo mengaku semua negara, di masa awal pandemi, masih dihadapkan dengan ketidaktahuan penanganan COVID-19 yang baik.
"Dalam situasi di awal-awal pandemi COVID-19, lembaga internasional, baik itu Badan Kesehatan Dunia (WHO) maupun UNICEF tidak mempunyai pegangan yang baku mengenai tata cara penanganan COVID. Semua melakukan dengan trial anf error," kata Suryopratomo dalam tayangan Youtube BNPB Indonesia, Senin, 15 Maret.
Pada awal pandemi, Suryopratomo mengaku pihaknya sedang dihadapkan pada situasi menegangkan. tenaga kesehatan mulai berguguran karena menangani COVID-19. Satu-satunya cara adalah melakukan pengadaan alat tes PCR.
Sayangnya, saat itu baru ada dua negara yang bisa menghasilkan reagen tes PCR, yakni China dan Korea. Satgas, yang saat itu bernama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 harus melakukan pengadaan tes PCR.
"Sekarang ramai dibicarakan seakan-akan gugus tugas melakukan pengadaan tes PCR secara sembrono, tidak melakukan kajian," jelas Suryopratomo.
"Saya katakan, apa yang dilakukan oleh tim Gugus Tugas berorientasi kepada bagaimana secepat mungkin kita bisa mengendalikan penularan, secepat mungkin bisa mengetahui warga masyarakat yang tertular, sehingga kemudian bisa dilakukan isolasi atau karantina sehingga tidak menulari orang lain," lanjut dia.