Kepala UNRWA Sebut Israel Ingin Mengakhiri Status Pengungsi Jutaan Warga Palestina
Kepala UNRWA Philippe Lazzarini. (Twitter/@UNLazzarini)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala badan pengungsi Palestina PBB (UNRWA) memperingatkan pada Hari Rabu, tuntutan Israel untuk menutup UNRWA tidak dimotivasi oleh keprihatinan kemanusiaan, namun untuk mengakhiri status pengungsi jutaan warga Palestina

"Mereka berusaha mengubah parameter politik yang sudah lama ada untuk perdamaian di wilayah pendudukan Palestina,” kata Philippe Lazzarini, komisaris jenderal badan PBB untuk pengungsi Palestina, pada pertemuan tingkat menteri Dewan Keamanan di New York, melansir The National News 18 April.

"Pemerintah Israel berupaya mengakhiri aktivitas badan tersebut," katanya.

Lebih jauh Lazzarini mengatakan kepada dewan, Israel telah melarang badan PBB tersebut memberikan bantuan ke Gaza.

"Staf kami dilarang menghadiri pertemuan koordinasi antara Israel dan pekerja kemanusiaan," katanya.

Ia juga mengatakan, "gedung dan staf UNRWA telah menjadi sasaran sejak awal perang".

Menurut laporan terbaru UNRWA yang dirilis pada Hari Selasa, 178 stafnya tewas selama perang di Gaza dan 163 pusat kesehatan di wilayah kantong tersebut rusak, dengan hanya sembilan dari 24 pusat layanan kesehatan yang masih beroperasi.

Laporan tersebut juga mengatakan, para staf dilaporkan mengalami perlakuan buruk termasuk pemukulan, ancaman pemerkosaan dan sengatan listrik dan dipaksa telanjang.

unrwa
Pelayanan UNRWA di penampungan pengungsi Palestina. (Twitter/@UNRWA)

Lazzarini mengatakan, UNRWA hadir karena "tidak ada solusi politik".

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi menekankan, serangan Israel terhadap UNRWA dimaksudkan untuk "membunuh hak-hak pengungsi Palestina, mematikan isu Palestina dan mematikan diskusi bahwa ada pendudukan yang ilegal dan tidak manusiawi yang harus diakhiri".

Di sisi lain, Utusan Israel untuk PBB Gilad Erdan mengatakan, dalam praktiknya, UNRWA menciptakan lautan pengungsi Palestina, jutaan dari mereka "diindoktrinasi" untuk Israel adalah milik mereka.

"Dan tujuan akhirnya adalah menggunakan mereka yang disebut sebagai pengungsi dan hak mereka untuk kembali, sebuah hak yang tidak ada, untuk membanjiri Israel dan menghancurkan negara Yahudi," kata Erdan.

"UNRWA adalah pendukung terbesar di dunia untuk solusi satu negara, sebuah negara Palestina dari sungai hingga laut," lanjutnya.

Ada pun militer Israel mengatakan mereka bertindak sesuai dengan hukum nasional dan internasional dan mereka yang ditangkap diberi akses terhadap makanan, air, obat-obatan dan pakaian yang layak.

Pada Bulan Januari, Israel menuduh 12 pegawai UNRWA terlibat dalam serangan 7 Oktober, meskipun bukti yang mendukung klaim tersebut belum diberikan kepada publik.

Duta Besar Guyana untuk PBB Carolyn Rodrigues-Birkett menyatakan keprihatinan atas terus berlanjutnya kampanye untuk mendiskreditkan dan membubarkan UNRWA.

"Tidak dapat diterima untuk melontarkan tuduhan tanpa memberikan bukti pendukung yang kredibel," kata Rodrigues-Birkett.

Setelah tuduhan pada Bulan Januari, UNRWA memecat karyawan yang terlibat dan Kantor Layanan Pengawasan Internal PBB meluncurkan penyelidikan.

PBB juga menugaskan penyelidikan independen yang dipimpin oleh mantan Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna untuk menilai bagaimana UNRWA mematuhi prinsip-prinsip netralitas. Kelompok ini diperkirakan akan mempresentasikan temuannya pada 20 April.