JAKARTA - Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang, Sumatera Barat (Sumbar) langsung melakukan penahanan terhadap tersangka DSD (38) yang terjerat kasus dugaan korupsi dana Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) BMT Pegambiran Ampalu Nan XX, Kota Padang.
"Setelah melakukan pemeriksaan terhadap tersangka DSD, jaksa penyidik langsung melakukan penahanan untuk 20 hari ke depan," kata Kepala Kejari Padang Ranu Subroto didampingi Kepala Seksi Pidana Khusus Therry Gutama, di Padang, dilansir Antara, Kamis, 4 Maret.
Proses penahanan didahului oleh pemeriksaan kesehatan dan test rapid antigen COVID-19.
Setelah dinyatakan sehat dan negatif COVID-19 barulah tersangka yang mengenakkan rompi merah tahanan langsung digiring ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Anak Air Padang.
Ia menjelaskan penyidik menahan tersangka dengan beberapa pertimbangan, yakni khawatir akan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti.
BACA JUGA:
Kepala Seksi Pidana Khusus Therry Gutama menjelaskan DSD ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi dana Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) BMT Pegambiran Ampalu Nan XX, Kota Padang.
Penyelidikan terhadap kasus sudah berjalan sejak 30 September 2020, kemudian dinaikkan ke tingkat penyidikan pada 10 November 2020 hingga ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis ini.
Tersangka DSD diketahui menjabat sebagai Manajer KJKS Pegambiran Ampalu Nan XX, dan menerima gaji atas jabatannya dari Pemkot Padang setiap bulan.
Dalam kasus itu, negara diperkirakan telah mengalami kerugian keuangan mencapai Rp900 juta.
Angka tersebut merupakan keuangan koperasi yang tercatat telah digunakan pada 2013, namun tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Ia mengungkapkan modus yang dilakukan adalah membuat pinjaman fiktif seolah-olah yang meminjam adalah anggota koperasi, sehingga uang dikeluarkan.
Selain itu, juga terdapat bantuan modal oleh pihak ketiga kepada koperasi yang juga tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Pada 2010, KJKS menerima penyertaan modal dari APBD Padang sebesar Rp300 juta, karena tujuan digulirkannya koperasi simpan pinjam untuk meningkatkan perekonomian masyarakat tidak mampu sehingga mereka bisa mendapatkan modal usaha lewat koperasi tanpa harus meminjam ke rentenir atau sejenisnya.
Therry menjelaskan, selain kerugian terhadap keuangan daerah dan jalannya koperasi, penyalahgunaan dana KJKS juga berakibat tidak disetornya sisa hasil usaha ke kelurahan.
Padahal menurut ketentuan 10 persen laba per tahun dari koperasi diserahkan ke kelurahan untuk kepentingan pembangunan.
Tersangka dijerat oleh jaksa dengan pidana melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 9, juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.