Bukan Hukuman Mati, Ketua KPK Firli Sebut Juliari dan Edhy Prabowo Berpotensi Dihukum Seumur Hidup
Ketua KPK Firli Bahuri (Foto: Humas KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut dua mantan menteri di Kabinet Indonesia Maju, yaitu Juliari Peter Batubara dan Edhy Prabowo berpotensi dihukum seumur hidup atas perbuatan yang dilakukannya.

"Saat ini pasal yang diterapkan terkait dengan dugaan suap yang ancaman hukuman maksimalnya sebagaimana ketentuan Undang-Undang Tipikor adalah pidana penjara seumur hidup," kata Firli melalui keterangan tertulis yang dikutip Kamis, 4 Maret.

Dia mengatakan, hukuman mati yang diatur dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memang bisa diterapkan bagi tersangka yang melakukan korupsi di kondisi tertentu, seperti bencana alam. Tapi, penerapannya tak semudah itu karena KPK perlu membuktikan adanya kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan Juliari dan Edhy Prabowo.

"Akan tetapi bukan hanya soal karena terbuktinya unsur ketentuan keadaan tertentu saja untuk menuntut hukuman mati namun tentu seluruh unsur pasal 2 ayat (1) juga harus terpenuhi," tegasnya.

Lebih lanjut, Firli mengatakan KPK saat ini fokus mengusut dugaan suap yang dilakukan dua mantan menteri tersebut dan belum ada penggunaan pasal lain dalam pengusutan penyidikan keduanya.

Adapun alasan penggunaan pasal suap ini karena keduanya tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT). Meski begitu, Firli tak menampik bisa saja di kemudian hari ada pengembangan kasus terhadap keduanya di kemudian hari.

"Pengembangan sangat dimungkinkan seperti penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor bahkan penerapan ketentuan UU lain seperti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," jelasnya.

Firli juga meminta masyarakat bersabar dan memberi waktu KPK untuk mengusut dua kasus tersebut. KPK menjamin akan membeberkan perkembangan lanjutan kasus itu ke publik.

"Kami memastikan perkembangan mengenai penyelesaian kedua perkara tangkap tangan KPK dimaksud selalu kami informasikan kepada masyarakat," katanya.

Adapun mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo merupakan tersangka penerima suap yang berkaitan dengan ekspor benur atau benih lobster. Penetapan tersangka ini dilakukan setelah dirinya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) sepulangnya dari lawatan ke Amerika Serikat. 

Dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).

Sedangkan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK lebih dulu menjerat anak buahnya dalam operasi senyap. Dia ditetapkan sebagai penerima suap terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19 di wilayah Jabodetabek.

Komisi antirasuah juga menetapkan empat tersangka lainnya yaitu Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial (PPK) MJS dan AW sebagai penerima suap serta AIM dan HS selaku pemberi suap.