Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi sorotan usai menyatakan berpeluang untuk menerbitkan surat penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3) terhadap kasus korupsi mandek selama lebih dari dua tahun. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan hal ini bisa saja dilakukan karena Pasal 40 UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.

Apa saja kasus yang mandek di KPK?

Beberapa waktu yang lalu, dalam konferensi pers Kinerja KPK Tahun 2020, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango memaparkan empat kasus yang masih menjadi utang komisi antirasuah untuk diselesaikan yaitu dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim; kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II dengan tersangka mantan Dirut PT Pelindo II, RJ Lino.

Kemudian, kasus dugaan suap pengurusan Pergantian Antarwaktu (PAW) Anggota DPR dengan tersangka mantan caleg PDIP Harun Masiku; dan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Dirut PT Shandipala Arthaputra, Paulus Tanos.

Dalam kasus SKL BLBI, Nawawi menyatakan, KPK akan berupaya menuntaskan penyidikan Sjamsul dan Itjih yang telah menjadi buronan sejak pertengahan 2019. Sebab, Mahkamah Agung (MA) melalui putusan Kasasi telah melepaskan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)‎, Syafruddin Arsyad Temenggung dari jeratan hukuman perkara tersebut. 

"Dengan diputusnya Kasasi terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) berupa putusan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) mengakibatkan masih adanya dua tersangka yang masih dalam proses penyidikan. Penyidik masih berupaya menyelesaikan penanganan perkara tersebut," kata Nawawi.

Untuk kasus korupsi di PT Pelindo II, KPK menghadapi kendala dalam perhitungan kerugian keuangan negara. Hal ini disebabkan perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huangdong Heavy Machinery (HDHM) yang menjadi pelaksana proyek enggan menyerahkan dokumen harga QCC yang mereka jual kepada PT Pelindo II. 

Sebagai upaya mengatasi kendala tersebut, KPK menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian keuangan negara dan mereka telah menerima laporan perhitungan kerugian negara dari BPK terkait pemeliharaan menunggu rampungnya perhitungan kerugian terkait pengadaan QCC.

Sedangkan dalam kasus dugaan suap PAW anggota DPR, Nawawi menegaskan, KPK masih berupaya memburu Harun Masiku yang telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buronan sejak 17 Januari 2020. Dalam upaya memburu Harun, KPK terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri. "Dan melakukan pemantauan atau monitoring keberadaan tersangka HM (Harun Masiku)," jelasnya.

Sementara, terkait kasus korupsi e-KTP, KPK mengalami kendala lantaran Paulus Tanos berada di luar negeri. Paulus dikabarkan berada di Singapura. Untuk itu, KPK masih mencari keberadaan melalui berkoordinasi dengan lembaga antikorupsi Singapura atau Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). 

"Selain itu, (KPK) bekerjasama dengan PPATK untuk mengetahui aliran uang dan aset hasil korupsi dari para tersangka," kata Nawawi.

Terhadap tunggakan-tunggakan yang ada di atas KPK menegaskan pihaknya akan berjanji menyelesaikannya di tahun 2021 mendatang. Hal ini harus dilakukan agar azas kepastian hukum dan keadilan dapat tercapai.

Diberitakan sebelumnya, KPK membuka peluang peluang adanya penghentian penyidikan terhadap sejumlah kasus korupsi. Apalagi, berdasarkan Pasal 40 UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 disebutkan lembaga antikorupsi ini dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun. 

"Kemungkinan ada (yang di-SP3, red) karena setelah kami petakan ada beberapa case yang masih ingat ketika ditetapkan tersangka di tahun 2016 sampai sekarang belum naik juga. Apa alasannya, nanti kita akan minta disisir. Perkara apa, hambatannya gimana, dan apakah dimungkinkan dilanjutkan atau tidak," kata Alex kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 2 Maret.

Untuk melaksanakan hal ini, dia juga mengatakan KPK sudah punya standard operating procedure (SOP). Di antaranya, penghentian ini bisa dilakukan setelah  lebih dari dua tahun tidak lagi ditemukan bukti yang cukup atau tersangka tidak layak diajukan ke persidangan (unfit to stand trial). Selanjutnya, KPK akan meminta pendapat ahli sebagai pendapat kedua (second opinion). 

"Pendapat ahli mengatakan ini sudah enggak ada kemungkinan untuk dinaikkan perkaranya atau misalnya not fit to trial, tidak cakap untuk diajukan ke persidangan, ya, ngapain juga kita gantung terus," jelasnya.

Kemudian, sesuai ketentuan, KPK nantinya harus terbuka kepada publik perihal penghentian penyidikan atau penuntutan suatu kasus. "Yang jelas kami akan transparan. Jadi tidak semata-mata karena keputusan pimpinan. Kami akan ekspose, gelar perkara," tegasnya.

Selain itu, penghentian penyidikan dan penuntutan dapat dicabut oleh pimpinan KPK bila di kemudian hari ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan, atau berdasarkan putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.