JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi defisit anggaran pendapatan dan belanja nasional (APBN) 2020 melebar hingga 2,5 persen atau senilai Rp125 triliun. Melebarnya defisit karena pemerintah melakukan dukungan untuk meminimalisir dampak negatif virus corona atau COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia.
"Kami sudah paparkan stimulus fiskal dan non-fiskal. Kami prediksi APBN kita akan direlaksasi defisit-nya hingga 2,5 persen atau Rp125 triliun," ujarnya saat konferensi pers, di Kantor Kemenko Perekonomian, Gambir, Jakarta, Jumat, 13 Maret.
Sri Mulyani menjelaskan, angka tersebut naik dari rencana defisit APBN 2020 yakni sebesar 1,76 persen dari total PDB (produk domestik bruto). Dana tersebut digunakan untuk membiayani paket stimulus jilid I dan II untuk disuntikkan kepada pelaku usaha dan masyarakat.
Menurut dia, Kementerian Keuangan terbuka terhadap semua kemungkinan yang akan terjadi. Pasalnya, tambahan defisit sebesar Rp125 triliun terjadi karena pemerintah tidak mengerem belanja, tetapi penerimaan justru mengalami penurunan.
"Belanja tidak direm, tapi penerimaan menurun. Kami melakukan relaksasi, sehingga defisit membesar," katanya.
Apalagi, kata Sri Mulyani, APBN memberikan dampak suporif terhadap perekonomian Indonesia sebesar 0,8 persen dari total PDB. Meski demikian, tak menutup kemungkinan pemerintah bakal mengeluarkan stimulus lanjutan.
BACA JUGA:
"Pada saat stimulus I, kita melihat risiko terbatas hanya kepada sektor hotel dan restoran. Namun, status virus Corona menjadi pandemik dunia memberikan dampak risiko yang lebih besar. Ini bukan pengumuman terakhir, kami terbuka meneliti semua possibility," ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah menerbitkan sejumlah kebijakan fiskal yang diberikan untuk industri dan pegawai. Beberapa insentif itu, antara lain penambahan tunjangan Kartu Sembako dari Rp150 ribu menjadi Rp200 ribu per bulan.
Kemudian, pemerintah juga memberikan diskon tiket pesawat sebesar 30 persen untuk 10 destinasi yang telah ditentukan. Kebijakan itu masuk dalam paket insentif fiskal jilid I. Total nilai yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp10,3 triliun.
Selain itu, pembebasan pembayaran pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 selama 6 bulan bagi pegawai industri manufaktur, penundaan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 25. Insentif ini masuk dalam paket insentif fiskal jilid II dengan total nilai Rp22,9 miliar.