JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan terus melakukan serangkaian kebijakan strategis untuk meningkatkan penerimaan pajak guna menekan defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang melebar akibat pademi COVID-19.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan melakukan penambahan kantor pelayanan pajak (KPP) di berbagai daerah di Indonesia. Terbaru, Menkeu meresmikan 38 KPP guna merealisasikan peningkatan penerimaan negara.
“Peran pajak sangat sentral dalam pembangunan. Tahun ini direncanakan pajak menyetor sekitar 33,79 persen dari total penerimaan negara,” ujarnya dalam siaran daring, Senin, 24 Mei.
Menurut Menkeu, peran KPP cukup sentral dalam menghimpun pungutan pajak. Pasalnya, pendirian kantor perwakilan tersebut menjadi ujung tombak pemerintah dalam memastikan kepatuhan warga negara dalam menunaikan kewajiban pajak.
“Ini (kantor pelayanan pajak) penting untuk mengatasi dampak dari pandemi COVID-19,” tuturnya.
Sebagai informasi, pada tahun ini APBN menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.229,58 triliun. Angka tersebut lebih besar 14,69 persen dari realisasi penerimaan pajak 2020 yang tercatat sebesar Rp1.072 triliun.
BACA JUGA:
Oleh karena itu, sambung Menkeu, penataan dan reorganisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah sebuah keharusan. Terlebih, agenda tersebut sudah diamanatkan dalam PMK 184/2020 yang merupakan pembaharuan dari PMK 210/2017.
“Penataan ini juga merupakan bagian dari Rencana Strategis Kementerian Keuangan untuk periode 2020-2014 yang bertujuan untuk mengamankan penerimaan pajak,” tegasnya.
Untuk diketahui, pada APBN 2021 ditargetkan pendapatan negara sebesar Rp1.743 triliun, dengan belanja Rp2.750 triliun. Artinya, defisit anggaran tercatat sekitar Rp1.000 triliun atau setara 5,7 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Adapun, dalam rancangan APBN 2022 diketahui bahwa pendapatan negara sekitar Rp1.823 triliun dan sektor belanja sebesar Rp2.631 triliun. Dari estimasi ini dapati bahwa defisit anggaran akan berada pada kisaran 800 triliun atau setara 4,5 persen dari PDB.