Tidak Ada COVID-19 pun, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Sudah Sulit Mencapai 5 Persen
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah. (Mery Handayani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Mewabahnya virus corona atau COVID-19 di berbagai negara termasuk Indonesia berdampak pada pertumbuhan ekonomi global. Bank Indonesia (BI) pun harus menghitung ulang proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini. Bahkan diprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih rendah di tahun 2020 ini.

Menyadari kondisi ekonomi global yang sudah mulai terpengaruh karena COVID-19, pemerintah Indonesia mengambil langkah cepat dengan mengeluarkan kebijakan berupa stimulus. Namun, apakah stimulus ini akan berdampak positif terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia?

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, meskipun pemerintah Indonesia telah mengeluarkan stimulus insentif tersebut, pertumbuhan ekonomi diprediksi tidak akan bergerak dari angka 5 persen.

Pada November 2019, kata Piter, tanpa adanya perang dagang dan COVID-19 pun, pihaknya memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 4,9 sampai 5,1 persen. Nah dengan adanya wabah COVID-19 ini, ia menegaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan bisa merangkak naik.

"Perkiraan kita masih di bawah 5 persen meskipun ada stimulus I dan II. Selama stimulusnya sifatnya masih sangat terbatas, maka pertumbuhan ekonomi kita masih di bawah 5 persen. Nah dengan adanya virus corona ini menegaskan kembali pasti di bawah 5 persen," tuturnya, saat ditemui di Kantor CORE, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis, 12 Maret.

Apalagi, kata Piter, respon terhadap kebijakan ini masih belum terukur dan belum jelas akan berdampak seperti apa. Sebab, kata dia, sifatnya masih menahan perlambatan. Sementara, untuk meningkatkan daya beli sifatnya baru perlonggaran di PPh 21, sedangkan penurunan daya beli sudah begitu besar.

"Kebijakan-kebijakam pemerintah yang sifatnya mengurus daya beli juga masih ada seperti kebijakan cukai rokok, plastik. Alhamdulillah BPJS dibatalkan oleh MA, kalau itu (BPJS masih naik), akan terjadi kan berapa besar daya beli masyarakat yang sudah tergerus," tuturnya.

Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) meyakini, wabah COVID-19 memberikan dampak V-shape pada perekonomian dalam negeri. Artinya, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020 paling rendah, namun naik pada kuartal berikutnya.

Prediksi BI pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2020 sebesar 4,9 persen, kuartal II 5 persen, kuartal III 5,1 persen dan kuartal IV 5,2 persen.

Namun, Piter lagi-lagi mengatakan, di tengah kondisi global yang sulit dan semakin banyaknya negara yang terjangkit COVID-19 sangat sulit untuk mengharapkan V-shape. Sebab, perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah berjalan lima tahun.

"Kondisi ini diperkuat dengan perang dagang, sekarang dihancurkan kembali dengan virus corona. Jadi kalau menurut saya landai. Sekarang ini terjadi penurunan yang terus konsisten, yang bisa menyebabkan penurunan sangat dalam, dan sangat sulit naik secara mendadak," tuturnya.

Piter menjelaskan, yang saat ini menjadi kekekhawatiran adalah pola dari COVID-19 menjadi tidak pasti. Awalnya V-shape mengikuti pola COVID-19 di mana wabah ini diperkirakan sangat bisa diselesaikan dalam waktu singkat.

"Tapi sekarang ini corona menjadi tidak jelas, perlambatan proses penyembuhan corona. Di China itu kan membaik, sehingga landai kemudian turun nanti. Tapi Italia, dan Irannya meledak, Korea Selatannya juga meledak, pola ini dikhawatirkan nanti muncul di negara lain lagi. Proses penyelesaian corona secara global menjadi lebih panjang. Kalau jadi panjang hantaman perekonomian globalnya juga jadi panjang. Berati bentuknya enggak lagi V, tapi U mungkin," jelasnya.