Secercah Harapan Warga Gaza untuk Mewujudkan Mimpi Miliki Pasokan Listrik
Ilustrasi pipa gas. (Wikimedia Commons/Glen Dillon)

Bagikan:

JAKARTA - Lama hanya menjadi angan tak berbentuk, proyek pipa gas yang melintasi batas politik antara Israel dan Palestin untuk warga Gaza, perlahan mulai menemui titik terang.

Konflik berkepanjangan antara Palestina dengan Israel, diikuti dengan gagalnya pembicaraan damai tahun 2014, serta saling curiga dan bentrokan yang kerap terjadi, mengaburkan nasib proyek pipa gas untuk Gaza.

Tetapi kepentingan Israel, Palestina, Qatar dan Eropa telah bertemu dalam beberapa pekan terakhir dengan tujuan mengalirkan gas ke Gaza pada 2023, kata para pejabat.

Rencananya gas alam dari lapangan Leviathan laut dalam yang dioperasikan oleh Chevron di Mediterania timur, akan dialirkan melalui pipa yang ada menuju Israel. Dari sana, gas akan disalurkan dengan perpanjangan jalur pipa yang baru diusulkan.

Di bawah kesepakatan bersama, sisi Israel dari pipa yang direncanakan akan didanai oleh Qatar. Sementara, pipa dan aliran untuk sisi Palestina akan dibiayai oleh Uni Eropa

Jika berhasil, proyek saluran pipa akan untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun menyediakan sumber energi yang stabil ke Jalur Gaza, mengakhiri pemadaman bergilir yang telah membantu melumpuhkan ekonomi daerah kantong Palestina yang diblokade.

ilustrasi
Ilustrasi proyek pipa gas. (Wikimedia Commons/Commons Ohikulkija)

"Kami berbicara tentang Gaza yang memiliki listrik 24 jam, memberikan dasar bagi pertumbuhan ekonomi besar dan penyumbang perdamaian dan stabilitas," kata Direktur Energi Office of the Quartet, kelompok penggagas perdamaian Israel dengan Palestina Ariel Ezrahi, melansir Reuters

“Peristiwa baru-baru ini merupakan terobosan nyata,” sambung Ezrahi yang memimpin gugus tugas gas untuk Gaza yang didanai oleh pemerintah Belanda sejak 2015.

Uni Eropa sudah memberikan komitmen awal sebesar 5 juta euro, untuk mendanai proyek dari sisi Gaza pada pekan lalu. Rencananya, proyek tersebut akan memiliki pipa sepanjang 4 kilometer dan menelan biaya sekitar 20 juta euro.

Sementara itu, Utusan Qatar untuk Jalur Gaza Mohammed Al-Emadi mengatakan kepala kantor berita SAWA, negaranya akan mendanai pipa di sisi Israel yang akan membentang sepanjang 45 kilometer dengan biaya sebesar 70 juta Euro.  

Ditanya tentang pipa Gaza, Chevron mengatakan bahwa pihaknya berharap dapat mendukung strategi Israel untuk mengembangkan sumber daya energinya untuk kepentingan negara dan wilayah, tetapi tidak berkomentar tentang masalah yang bersifat komersial.

Untuk diketahui, Gaza yang memiliki luas wilayah 360 kilometer persegi merupakan wilayah pesisir yang terletak di antara semenanjung Sinai Mesir dan Tel Aviv.

Tidak ada akses ke dunia luar kecuali melalui Israel, yang menguasai 90% perbatasan darat dan lautnya, dan Mesir, yang memiliki perbatasan darat yang sempit di selatan.

Saat ini, satu-satunya pembangkit listrik Gaza menghasilkan listrik selama sekitar 12 jam sehari dengan solar, bahan bakar yang lebih mahal dan berpolusi.

Proyek pipa gas ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pembangkit listrik hingga empat kali lipat, sehingga bisa menghasilkan pasokan listrik lebih stabil untuk Gaza.

"Semoga kesepakatan bisa dicapai dalam beberapa minggu, sehingga memungkinkan biaya listrik turun 60 persen, dan daya listrik bisa mencapai dua kali lipat maksimal 140 megawatt," harap Vice Chairman Palestine Electric Company (PEC) Walid Salman.