Bagikan:

JAKARTA - Majelis Nasional Korea Selatan mengeluarkan resolusi yang mengutuk kudeta militer Myanmar dan mendesak pembebasan para pemimpin negara, yang telah ditahan oleh militer dalam kudeta 1 Februari lalu. Resolusi ini dikeluarkan dalam sidang paripurna Jumat 26 Februari.

Resolusi yang mendapat dukungan bipartisan dari anggota majelis, mendefinisikan kudeta militer di Myanmar sebagai ;tindakan pembangkangan yang serius terhadap demokrasi' dan menyerukan pemulihan demokrasi.

"Myanmar saat ini, yang membentuk pemerintahan demokratis pada 2015, tumbuh dari pengorbanan mulia dari banyak warga yang memperjuangkan demokrasi dan mencapai titik balik baru dalam sejarah ketika pemerintah demokratis menang telak dalam pemilihan umum 2020," bunyi resolusi itu, melansir Koreatimes. 

"Pada saat yang menentukan ini, militer Myanmar sekali lagi menggunakan kekerasan untuk menghancurkan harapan akan demokrasi, mengancam kehidupan rakyat, secara brutal menghalangi demokrasi untuk mencapai hasil penuh setelah 50 tahun perjuangan dan secara serius menantangnya," kritik pernyataan tersebut.

Resolusi ini juga mendesak pembebasan segera Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto negara itu, serta semua politisi dan individu yang ditahan selama kudeta, termasuk Presiden Win Myint dan anggota lain dari partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

Selain itu, resolusi ini juga menyerukan kepastian keamanan 3.500 warga Korea di Myanmar dan mendesak penghentian segera penggunaan kekerasan terhadap warga negara yang tidak bersalah.

"Resolusi itu memiliki arti penting, karena partai-partai yang berkuasa dan oposisi Korea berbicara dalam satu suara untuk menyerukan pemulihan tatanan demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia di Myanmar," sebut siaran pers yang dikeluarkan oleh Majelis.

"Majelis Nasional akan mengirimkan resolusi tersebut kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa, ASEAN, dan Myanmar, dan tetap berkomitmen untuk menjalin kerja sama erat dengan masyarakat internasional untuk pemulihan tatanan konstitusional dan demokrasi di Myanmar," tukas pernyataan tersebut.