JAKARTA - Pemerintah melalui Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yang bernama Indonesia Investment Authority (INA) menyebut bahwa lembaga ini diharapkan bisa menyerap investasi sebesar 2 miliar dolar AS dalam waktu dekat.
Asumsi tersebut dilontarkan oleh Anggota Dewan Pengawas LPI Darwin Cyril Noerhadi. Menurut dia, dengan dana segar itu pemerintah terbantu untuk menciptakan pekerjaan bagi 36.000 masyarakat.
“Kalau di kuartal II 2021 ini bisa terealisasi, katakan 2 miliar dolar AS, maka LPI bisa berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 1,08 persen pertahun,” ujarnya dalam sebuah webinar, Kamis, 25 Februari.
Darwin menambahkan, target tersebut diharapkan dapat membantu negara dalam melanjutkan pembangunan infrastruktur di Tanah Air yang sempat tersendat akibat dampak pandemi.
“Jadi kita tidak hanya terus-terusan mengandalkan APBN. Di sinilah pentingnya peran LPI untuk mencari sumber pendanaan alternatif, tapi bukan dengan utang tetapi mekanisme investasi,” tuturnya.
Adapun, beberapa proyek strategis yang bisa dikelolakan dengan mitra investor antara lain infrastruktur jalan tol, pelabuhan udara, dan pelabuhan laut.
“LPI juga bisa menjadi jawaban soal pendanaan infrastruktur selama ini,” imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan pembaharuan undang-undang yang terangkum dalam omnibus law membawa dampak positif dalam penciptaan iklim investasi di Indonesia.
Salah satu hasil penting yang dicatatkan adalah terbentuknya Lembaga Pengelola Investasi (LPI) bernama Indonesia Investment Authority atau yang disingkat INA.
“Kenapa kami menciptakan institusi ini? Karena Indonesia tidak bisa melanjutkan pembangunan sejumlah infrastruktur jika hanya mengandalkan pembiayaan dari APBN,” ujarnya dalam seminar daring LPEM UI pada pekan lalu.
Menkeu menambahkan, LPI membuka kesempatan yang luas bagi pemerintah untuk mendapatkan permodalan melalui cara yang lebih efisien.
BACA JUGA:
“Kami memandang bahwa harus ada instrumen dan dan juga institusi yang bisa menangkap kesempatan pengelolaan modal asing dari cara yang berbeda untuk menyeimbangkan APBN,” tuturnya.
Upaya pembentukan lembaga berjenis sovereign wealth funds (SWF) ini menjadi pelengkap skema pendanaan yang dihimpun dari masyarakat, seperti initial public offering (IPO).
“Memang ada cara dengan IPO, tapi itu tidak mencukupi. Jadi SWF ini jadi salah satu upaya pemerintah untuk menarik lebih banyak permodalan dari luar negeri untuk bekerja sama dengan kami secara seimbang untuk membiayai infrastruktur,” jelasnya.
Untuk diketahui, pemerintah membentuk LPI dengan menyuntikkan modal awal Rp15 triliun dari total modal yang direncanakan dengan jumlah sebesar Rp75 triliun. Dalam skema sokongan modal ini disematkan pula mekanisme penyertaan saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan BMN guna memuluskan kegiatan usaha LPI.
Nantinya, aset negara yang dimandatkan kepada LPI dapat dikuasakelolakan kepada perusahaan patungan (investor) di mana LPI tetap mempertahankan kedudukan sebagai penentu utama dari sisi kebijakan usaha dan penentu dalam pengambilan keputusan.