Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, terdapat dua negara yang sudah bersedia menanamkan investasi di soverign wealth fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi Indonesia (LPI) yang bernama Indonesia Investment Authority (INA) dengan nilai 6 miliar dolar AS atau setara Rp84,6 triliun (kurs Rp14.100).

Negara pertama yakni Jepang melalui Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dengan nilai investasi sebesar 4 miliar dolar AS atau sekitar Rp56,4 triliun (kurs Rp 14.100), dan dari Amerika Serikat melalui International Development Finance Corporation (DFC) senilai 2 miliar dolar AS atau sekitar Rp28,2 triliun.

"Komitmen yang diberikan berbagai negara Jepang, DFC maupun dari AS, base effort sebesar 2 billion dan JBIC 4 billion, jadi minimal 6 billion sudah menjadi modal ditambah dengan yang ditentukan oleh pemerintah," tuturnya, dalam Webinar Outlook Perekonomian Indonesia 2021, dikutip dari YouTube Perekonomian RI, Selasa, 22 Desember.

Seperti diketahui, pemerintah tahun ini telah menganggarkan Rp15 triliun dari APBN sebagai modal awal dari lembaga tersebut. Modal awal LPI tersebut merupakan salah satu bentuk kekayaan negara yang dipisahkan. Secara keseluruhan, pemerintah menetapkan modal LPI sebesar Rp75 triliun.

Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan untuk memenuhi kebutuhan modal tersebut bisa saja dengan menggunakan aset negara lain hingga saham BUMN.

"Soal modal, tahun ini insyaallah dianggarkan Rp15 triliun di 2020, sisanya sesuai dengan PP akan dipenuhi di 2021," jelas Isa dalam media briefing secara virtual, Jumat, 18 Desember.

Sebelumnya, Isa mengatakan, LPI ditargetkan bisa beroperasi pada awal 2021 mendatang. Adapun misinya memaksimalkan modal ditambah pembangunan ekonomi.

"LPI ditargetkan mulai beropersi pada awal 2021, tentunya setelah aturan pelaksana telah siap," katanya, dalam diskusi virtual, Rabu, 2 Desember.

Kata Isa, LPI memiliki tiga tugas utama yang muaranya untuk mendatangkan revenue atau pendapatan semaksimal mungkin. Pertama, dengan cara memaksimalkan aset untuk pertumbuhan dan perlindungan kekayaan negara.

"Misalnya, investasi candangan yang diperoleh seperti China Investment Corp dan Korea Investment Corp. Lalu, penyeimbangan kekayaan investasi masa depan/antar generasi seperti Kuwait Investment Authority. Terakhir, pendanaan kewajiban masa depan seprti New Zealand Super Fund dan lainnya," tuturnya.

Kedua, LPI juga akan berkonsentrasi kepada pembangunan negara. Sebab, salah satu tujuan didirikannya LPI adalah untuk membangun negara. Jenis proyeknya bisa bervariasi, mulai dari yang bersifat komersial visible, sampai yang tidak visible.

Sementara untuk proyek-proyek yang tidak visible misalnya, proyek yang sifatnya sosial seperti Mudabala Development Company.

Terakhir, LPI akan juga bertugas untuk kepentingan stabilisasi ekonomi. Sehingga LPI akan mendukung kebijakan countercyclical untuk membantu mengurangi beban pemerintah dalam setiap kebijakan yang ditempuh.

"Misalnya, fasilitasi stabilitas fiskal seperti Chile Economics and Social Stabilization Fund. Atau stabilitas nilai tukar rupiah seperti Rusia Reserve Fund," katanya.