Berpacu dengan Waktu: Usaha Mati-matian Jokowi Pacu Ekonomi
Presiden Joko Widodo. (Foto: Twitter @jokowi)

Bagikan:

JAKARTA - Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level minus 2,07 pada sepanjang 2020 seolah menjadi peringatan keras bagi pemerintah untuk mencari cara bagaimana menemukan momentum agar bisa membalikan keadaan di periode 2021. Tercatat, angka pertumbuhan tahun lalu merupakan kontraksi terdalam setelah krisis 1998 melanda.

Urgensi perbaikan keadaan harus segera dilakukan. Pasalnya, kondisi perekonomian negara ini dinilai masih cukup rentan terpengaruh berbagai kebijakan dari negara lain, utamanya Amerika Serikat (AS). Hal ini bisa dibuktikan dengan cukup bergantungnya Indonesia terhadap aliran modal asing yang masuk ke sektor portofolio.

Bank Indonesia mencatat, realisasi investasi portofolio pada sepanjang 2020 tercatat sebesar 9,45 miliar dolar AS. Tahun ini, otoritas moneter membidik target realisasi dua kali lipat lebih besar atau tepatnya 19,6 miliar dolar AS.

Namun, skema ini memunculkan risiko sendiri. Sebab, aliran deras dana tersebut sewaktu-waktu bisa ‘terbang’ tatkala terjadi shock di dalam negeri atau perubahan kebijakan global. Lagi-lagi AS menjadi aktor utama yang dapat mempengaruhi dinamika ini.

Guna mengimbangi hal tersebut, Presiden Joko Widodo dengan tim ekonominya menempuh cara yang paling relevan untuk meminimalisir risiko tersebut, yakni dengan pembaharuan berbagai kebijakan pada sejumlah sektor agar memberikan dampak berganda (multiplier effect).

Harapannya, mendorong kemandirian di dalam negeri dengan cita-cita angka pertumbuhan bisa nyangkut di level 4,5 persen hingga 5 persen pada 2021. VOI mencatat, terdapat tiga langkah besar yang telah dilakukan pemerintah pada awal tahun ini untuk memacu aktivitas ekonomi. Berikut adalah uraian singkatnya.

Bank Syariah Indonesia

Pada 1 Februari Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) sebagai gabungan dari tiga bank pemerintah, yakni PT Bank Rakyat Indonesia Syariah Tbk. (BRIS), PT Bank Syariah Mandiri (BSM), dan PT Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah).

Pendirian BSI diharapkan menjadi ujung tombak dalam mengoptimalkan potensi syariah nasional yang belum sepenuhnya tergarap. Mengutip Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024 yang dirilis pemerintah, konsumsi industri halal di Indonesia pada 2017 mencapai lebih 200 miliar dolar AS, atau sekitar 36 persen total konsumsi rumah tangga.

Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Angka itu setara dengan 20 persen produk domestik bruto (PDB) yang terbentuk pada periode yang sama. Padahal, market share industri jasa keuangan syariah masih relatif kecil, yaitu sebesar 9,9 persen dari aset industri keuangan nasional.

Melalui gambaran tersebut, sejatinya Bank Syariah Indonesia punya potensi kuat untuk menjadi pemain penting dalam industri perbankan di Tanah Air, agar bisa lebih memperbesar porsi dalam menyokong pertumbuhan.

Lembaga Pengelola Investasi (LPI)

Kemarin pada Selasa, 16 Februari, Presiden Jokowi secara resmi memperkenalkan secara lengkap Dewan Direksi dan Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Investasi (LPI) alias Indonesia Investment Authority (INA). Melalui LPI, negara menggantungkan harapan besar dalam menarik investasi asing guna mendongkrak roda perekonomian.

Tidak hanya itu, lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden itu juga diamanatkan membawa dana segar guna melanjutkan berbagai proyek infrastruktur yang gencar dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir.

Tujuannya, agar pembangunan di dalam negeri tidak melulu bergantung pada sokongan APBN dan kerja BUMN. Tantangan berat dipikul LPI tatkala harus mendatangkan manfaat sebesar-besarnya bagi negara namun disaat bersamaan harus bisa menyediakan keuntungan bagi investor yang membenamkan modal.

Perlu diingat bahwa lembaga ini adalah fasilitator dalam mengelola investasi asing dan bukan otoritas yang melakukan pinjaman utang kepada investor. Karena hubungan yang bersifat investasi inilah yang menjadikan LPI memiliki kelebihan lain, yakni mengurangi ketergantungan dengan pihak ketiga.

Sejumlah proyek nasional dikabarkan siap ‘disinergikan’ dengan asing antara lain jalan tol, bandara maupun pelabuhan.

Sebagai tahap awal, Ketua Dewan Direktur LPI Ridha Wirakusumah mengatakan pihaknya telah menawarkan sejumlah proyek jalan tol milik pemerintah kepada calon mitra investor.

“Kenapa jalan tol? Karena efek besar dan investasinya juga besar,” ujarnya, Selasa, 16 Februari.

Tercatat, ada sejumlah ruas tol yang sodorkan melalui BUMN Waskita Karya, antara lain Tol Cibitung-Tanjung Priok, Tol Depok-Antasari, Tol Pasuruan-Probolinggo, Tol Pemalang-Batang, Tol Pejagan-Pemalang, dan Jalan Tol Kanci-Pejagan.

Ridha sendiri mengaku telah menaksir potensi investasi sebesar 9,5 miliar dolar AS yang siap ditindaklanjuti untuk bisa mendatangkan keuntungan bagi negara.

Penghapusan pajak mobil baru

Keputusan besar lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan memberlakukan kebijakan penjualan barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM-DTP) pada 1 Maret mendatang. Siasat ini diharapkan menjadi katalis dalam mendongkrak industri otomotif nasional.

Pemerintah mengklaim insentif  pajak yang direncanakan dapat meningkatkan utilitas produksi otomotif, mendongkrak gairah konsumsi rumah tangga kelas menengah dan menjaga momentum pemulihan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan industri otomotif memiliki kontribusi cukup besar terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) sebesar 19,88 persen.

“Relaksasi PPnBM dapat meningkatkan purchasing power dari masyarakat dan memberikan jumpstart pada perekonomian,” ujarnya.

Airlangga menambahkan, penambahan output industri otomotif juga diperkirakan dapat menyumbangkan pemasukan negara sebesar Rp1,4 triliun.

Ilustrasi. (Foto: Dok. Kementerian PUPR)

“Kebijakan tersebut juga akan berpengaruh pada pendapatan negara yang diproyeksi terjadi surplus penerimaan sebesar Rp1,62 triliun,” katanya.

Selain itu, industri otomotif dinilai memiliki keterkaitan dengan industri lainnya. Industri otomotif juga merupakan industri padat karya dengan lebih dari 1,5 juta orang yang berkecimpung pada segmen ekonomi ini.

“Industri pendukung otomotif sendiri menyumbang lebih dari 1,5 juta orang dan kontribusi PDB sebesar Rp700 triliun," tuturnya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, kebijakan PPnBM-DTP menyasar kendaraan bermotor segmen ≤ 1.500 cc kategori sedan dan 4x2. Segmen tersebut dipilih karena merupakan kategori yang diminati kelompok masyarakat kelas menengah dan memiliki local purchase di atas 70 persen.

Diskon pajak dilakukan secara bertahap sampai dengan Desember 2021, dengan rincian diskon 100 persen dari tarif normal akan diberikan pada tiga bulan pertama. Lalu, 50 persen dari tarif normal pada tiga bulan berikutnya, dan 25 persen dari tarif normal pada tahap ketiga untuk empat bulan.