Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan pembaharuan undang-undang yang terangkum dalam omnibus law membawa dampak positif dalam penciptaan iklim investasi di Indonesia.

Salah satu hasil penting yang dicatatkan adalah terbentuknya Lembaga Pengelola Investasi (LPI) bernama Indonesia Investment Authority atau yang disingkat INA.

“Kenapa kami menciptakan institusi ini? Karena Indonesia tidak bisa melanjutkan pembangunan sejumlah infrastruktur jika hanya mengandalkan pembiayaan dari APBN,” ujarnya dalam seminar daring LPEM UI pada Kamis, 18 Februari.

Menkeu menambahkan, LPI membuka kesempatan yang luas bagi pemerintah untuk mendapatkan permodalan melalui cara yang lebih efisien.

“Kami memandang bahwa harus ada instrumen dan dan juga institusi yang bisa menangkap kesempatan pengelolaan modal asing dari cara yang berbeda untuk menyeimbangkan APBN,” tuturnya.

Upaya pembentukan lembaga berjenis sovereign wealth funds (SWF) ini menjadi pelengkap skema pendanaan yang dihimpun dari masyarakat, seperti initial public offering (IPO).

“Memang ada cara dengan IPO, tapi itu tidak mencukupi. Jadi SWF ini jadi salah satu upaya pemerintah untuk menarik lebih banyak permodalan dari luar negeri untuk bekerja sama dengan kami secara seimbang untuk membiayai infrastruktur,” jelasnya.

“Ini sangat membuka peluang tetapi juga cukup menantang dalam situasi pandemi. Meskipun demikian kami tetap optimistis untuk bisa memaksimalkan instrumen dan institusi ini dalam membantu pembangunan Indonesia secara berkelanjutan,” sambung Sri Mulyani.

Sebagaimana yang telah diberitakan sebelumnya, pemerintah membentuk LPI dengan menyuntikkan modal awal Rp15 triliun dari total modal yang direncanakan dengan jumlah sebesar Rp75 triliun. Dalam skema sokongan modal ini disematkan pula mekanisme penyertaan saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan BMN guna memuluskan kegiatan usaha LPI.

Nantinya, aset negara yang dimandatkan kepada LPI dapat dikuasakelolakan kepada perusahaan patungan (investor) di mana LPI tetap mempertahankan kedudukan sebagai penentu utama dari sisi kebijakan usaha dan penentu dalam pengambilan keputusan.