Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama PT Tigapilar Argo Utama, Ardian Iskandar Maddanatja yang merupakan penyuap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara didakwa memberikan suap terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) senilai Rp1,95 miliar.

Pemberian suap itu dilakukan secara bertahap tepatnya saat proyek bansos memasuki periode ke dua.

"Telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi sesuatu yaitu memberi uang seluruhnya sebesar Rp1.950.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara," ucap jaksa Muhammad Nur Azis membacakan dakwan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 24 Februari.

Dalam dakwaan itu, tindak pidana suap bermula saat Ardian menemui rekannya bernama Helmi Rivai di Wisma MRA, Cilandak Jakarta Selatan. Pertemuan itu untuk menanyakan pengadaan bansos sembako sembako dalam penanganan dampak Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Kementerian Sosial (Kemensos).

Dalam pertemuan itupun, Helmi menyampaikan bakal mengenalkan Ardian dengan sesorang yang bernama Nuzulia Hamzah Nasution. Dia disebut bisa membantu Ardian agar perusahaannya mendapatkan proyek pengadaan bansos.

Keyakinan dapat mendapatkan proyek itu karena Helmi dan Nuzulia sudah diperkenalkan oleh Isro Budi Nauli kepada Pepen Nazaruddin selaku Direktur Jendera Perlindungan Jaminan Sosial Kemensos.

"Selanjutnya Pepen meminta agar Nuzulia dan Helmi untuk bertemu dengan Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso di kantor Kemensos dengan membawa company profile PT Tigapilar Argo Utama," ungkap jaksa.

Sedianya, Adi dan Matheus merupakan Pejabar Pebuat Komitmen (PKK) Kemensos. Keesokan harinya, Nuzulia, Helmi, dan Isro menyerahkan company profile ke Kemensos.

Selanjutnya, pada Agustus 2020, Ardian dan istrinya, Indah Budi Safitri, bertemu dengan Nuzulia, Helmi, dan Isro di Mall Kalibata Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, Ardian diminta untuk melengkapi company profile dan persyaratan lainnya.

Kelengkapan itu nantinya diberikan kepada Isro. Selain itu, di pertemuan tersebur juga dibahas soal adanya komitmen fee yang harus diberikan Ardian yang langsung direspon dengan kesanggupan untuk memenuhinya.

"Beberapa hari kemudian Terdakwa mendapat pemberitahuan dari Nuzilia bahwa PT Tigapilar Argo Utama telah ditunjuk sebagai penyedia bansos sembako dalam penanganan dampak Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Kementerian Sosial dan sudah ada Surat Penunjukan Penyedia Barang atau Jasa (SPPBJ) dari Kementerian Sosial," papar jaksa.

"Selanjutnya terdakwa diminta datang ke kantor Kementerian Sosial dalam rangka verifikasi dokumen dan kemampuan PT Tigapilar Argo Utama. Sehingga terdakwa datang bersama dengan Helmi untuk menemui Adi dan Matheus," sambung jaksa.

Beberapa hari kemudian, Ardian dan seluruh perusahaab penyedia barang yang lolos verifikasi menghadiri briefing pelaksanaan bansos tahap 9. Ardian pun menandatangani SPPBJ dan Surat Pesanan penyedia bansos sebanyak 20.000 paket sembako.

Selanjutnya, dalam dakwaan ini, Nuzulia dan Helmy bertemu dengan Ardian dan istrinya. Mereka mengingatkan terdakwa agar segera merealisasikan kewajiban memberikan komitmen fee kepada pihak Kementerian Sosial sebesar 10 sampai 12 persen atau Rp30 ribu per paket sembako.

Jumlah nominalnya mencapai Rp600 juta. Sebab, PT Tigapilar Argo Utama telah ditunjuk Kemensos dalam proses pengadaan 20 ribu paket sembako tahap 9.

"Selain meminta realisasi uang komitmen fee tersebut, Nuzulia meminta uang operasional sebesar Rp40 juta dan mobil operasional. Oleh karena itu, pada tanggal 11 September 2020, terdakwa mentransfer uang operasional sebesar Rp40 juta ke rekening Nuzulia dan menyewa mobil Honda Mobilio sebagai mobil operasional," katanya.

Sehingga, Ardian memberikan uang komitmen fee sebesar Rp600 juta melalui Nuzulia secara bertahap. Pertama, pemberian Rp300 juta. Kemudian, keesokan harinya diberikan Rp100 juta dan terakhir Rp100 juta yang seluruhnya pemberian uang secara tunai.

Sementara, terdakwa juga memberikan uang dengan cara transfer sebanyak tiga kali ke rekening Nuzulia. Pertama kali ditransfer senilai Rp50 juta dan dua kali Rp25 juta.

Usai proyek pengadaan bansos tahap 9 rampung, Ardian pun meminta pembayaran kerja kepada Metheus. Tapi justru Matheus memintanya untuk merealisasikan uang komitmen fee.

Sehingga, Ardian menghubungi Nuzulia agar merealisasikan uang komitmen fee tersebut.

"Nuzulia mengirimkan uang kepada Terdakwa sebesar Rp200 juta melalui transfer dari Rekening Mandiri Nomor 1560016394654 atas nama Asep Wahyudi ke rekening BCA Nomor 6760229642 atas nama Ardian Iskandar. Kemudian meminta terdakwa menambahkan uang sebesar Rp600 juta sehingga keseluruhannya berjumlah Rp800 juta untuk diberikan terdakwa kepada Matheus," papar jaksa.

Selanjutnya, pada tahap 10 pengadaan bansos, PT Tigapilar Argo Utama kembali mendapatkan proyek tersebut. Ardian ditunjuk sebagai penyedia 50 ribu paket bansos.

Sehingga, Ardian memberikan uang komitmen fee sebesar Rp800 juta untuk Kemensos melalui Nuzulia. Bahkan, dalam tahap 10 itu, Ardian kembali mengirimkan uang Rp50 juta untuk Kemensos melalui Nuzulia.

Setelah tahap 10 selesai, Nuzulia memberikan uang Rp350 juta kepada Ardian yang kemudian diserahkan kepada Matheus sebagai komitmen fee.

Selanjutnya, secara bertahap Ardian kembali memerikan uang komitmen fee secara bertahap sebesar Rp1.325.000 atau 1,35 miliar kepada pihak Kemensos melalui Nuzulia untuk proyek pengadam bansos tahap 11.

Terkahir, pada pengadaan basos tahap 12, Matheus meminta kepada Ardian untuk memberikan komitmeb fee. Sehingga, Ardian menghubungi Nuzulia untuk memberikannya.

Hingga akhirnya, Nuzulia memberikan uang Rp800 juta kepada Matheus melalui Handy Rezangka.

"Uang tersebut diberikan terkait dengan penunjukan terdakwa melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bantuan sosial sembako dalam rangka penanganan COVID-19 tahap 9, tahap 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115.000 paket," kata jaksa.

Atas perbuatannya, Ardian didakwa Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.