Bagikan:

JAKARTA - Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menyayangkan Dewan Pengawas KPK yang sudah menyampaikan soal dugaan pelanggaran etik terhadap dua wakil ketua, Alexander Marwata dan Nurul Ghufron. Padahal, pemeriksaan terhadap keduanya belum dilakukan.

Diketahui, Alexander Marwata dan Nurul Ghufron dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik. Keduanya diduga menggunakan kewenangannya untuk menghubungi pihak berperkara di Kementerian Pertanian (Kementan).

Belakangan, Dewas KPK menyebut mereka sudah mengantongi bukti percakapan atau chat yang dilakukan dua pimpinan itu. Salah satunya, adalah pesan singkat antara Alexander Marwata dengan eks Sekjen Kementan Kasdi Subagyono.

“Bijaknya Dewas lakukan klarifikasi lebih dahulu pada yang bersangkutan barulah membuat pernyataan,” kata Nawawi kepada wartawan yang dikutip Senin, 22 Januari.

Katanya, selain klarifikasi sebaiknya semuanya diungkap dalam persidangan etik. “Daripada mengumbar hal-hal yang baru diperoleh secara sepihak,” tegas Nawawi.

Tak hanya itu, Nawawi menilai pernyataan yang dikeluarkan Dewas KPK tanpa kebenaran bisa berimbas pada kondisi lembaga yang sedang tidak dipercaya publik. Sehingga, mereka seharusnya ikut membantu menjaga kondisi.

“Yang tentu saja (kondisi ini, red) semakin berimbas pada lembaga dalam situasi seperti sekarang ini,” tegasnya.

Sementara itu, Alexander tak mau berkomentar banyak soal adanya bukti percakapan antara dirinya dan Kasdi. Ia justru tertawa karena membaca pernyataan Dewas KPK.

“Komentar saya begini, ‘membaca pernyataan Dewas, saya tertawa terpingkal-pingkal,” ujarnya dilengkapi emoticon tertawa.

Dia berharap Dewas KPK tidak sembarangan memberikan pernyataan. “Saya belum pernah ditanya Dewas atas kebenaran laporan itu,” tegas Alexander Marwata.

Diberitakan sebelumnya, Anggota Dewas KPK Hardjono mengatakan Dewas KPK sudah mengantongi bukti percakapan Alex dengan Kasdi Subagyono saat menjabat sebagai Sekjen Kementan. Ia disebut minta tolong agar Klaten dapat program pupuk.

Meski begitu, Hardjono menyebut tidak ada pemberian uang. Selain itu, permintaan ini juga batal dilaksanakan pada akhirnya.