Para Pelaku Usaha Mengeluh, Bamsoet Harap Pemerintah Kaji Ulang Kenaikan Pajak Hiburan
Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo/ Foto; IST

Bagikan:

JAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mendorong pemerintah mempertimbangkan secara cermat dampak dari kenaikan pajak hiburan terhadap industri hiburan.

Pria yang akrab disapa Bamsoet itu menilai, kenaikan pajak perlu dilakukan kembali kajian mendalam dan dialog yang lebih intensif dengan pelaku usaha hiburan guna mencari solusi terbaik yang dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan kelangsungan usaha para pengusaha hiburan.

Pengusaha ternama Rudy Salim saat bertemu dengan Bamsoet, juga menyampaikan aspirasinya.

“Kenaikan pajak hiburan sebesar ini dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap industri hiburan. Selain memberatkan para pelaku usaha, kenaikan pajak sebesar ini berpotensi menimbulkan dampak negatif, seperti peningkatan harga tiket masuk, penurunan daya beli masyarakat, dan bahkan berdampak pada kelangsungan usaha para pelaku industri hiburan.” kata Rudy, Minggu 21 Januari.

Rudy Salim adalah pemilik club Phantom, PIK 2 bersama Raffi Ahmad. Mereka berdua, sebagai perwakilan pengusaha hiburan dan pemilik tempat hiburan Phantom. Mereka menyampaikan keberatannya terhadap kebijakan ini. Sebab hal tersebut dapat menghambat pertumbuhan industri hiburan di Tanah Air.

Sebelumnya, Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea dan pedangdut Inul Daratista juga kompak memprotes kenaikan pajak hiburan ini. Keduanya menilai kenaikan pajak akan merugikan pengusaha dan masyarakat secara umum.

“Misalnya, customer datang dan belanja senilai Rp10 juta, total tersebut akan dikenakan service charge sebesar 10% sehingga menjadi Rp11 juta. Jika dikenakan lagi PB1 minimal 40% (Rp4.400.000) maka total yang harus dibayarkan customer jadi Rp15.400.000,” sambung Rudy.

"Pemerintah dan DPR diharapkan untuk membuka ruang dialog yang lebih luas dengan melibatkan semua pihak terkait. Suara para pelaku usaha hiburan perlu didengar dengan baik dalam proses pengambilan keputusan ini. Sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat lebih memperhitungkan berbagai aspek dan kepentingan yang ada," ujar Bamsoet.

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) pasal 58 ayat 2, menyebutkan bahwa khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap (spa) ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen. Kenaikan tersebut kemudian memunculkan sejumlah kontroversi dari para pelaku usaha hiburan.

"Kenaikan pajak hiburan sebesar ini dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap industri hiburan. Selain memberatkan para pelaku usaha, kenaikan pajak sebesar ini berpotensi menimbulkan dampak negatif. Seperti peningkatan harga tiket masuk, penurunan daya beli masyarakat, dan bahkan berdampak pada kelangsungan usaha para pelaku industri hiburan," tutup Bamsoet.