BADUNG - Para pelaku usaha hiburan malam di Pulau Bali, sepakat menolak kenaikan pajak hiburan mencapai 40 sampai 75 persen. Di tengah protes itu, muncul usulan menunda bayar pajak.
"Bahwa kami menolak kenaikan pajak 40 persen itu. Masak sekarang diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan spa untuk menaikkan pajak jadi 40 persen. Irasional, sama sekali tidak masuk akal," kata Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, Senin, 15 Januari.
PHRI Bali akan melakukan seminar nasional terkait gugatan uji materi UU terkait kenaikan pajak hiburan 40 persen-75 persen.
"Kita berbarengan, ada Jogja, ada Jakarta, adakan di Bali juga, gaungnya akan internasional. Hasil daripada itu kita melakukan judicial review. Kemudian, menunda pembayaran pajak, SE Nomor 7 2023, untuk segera dilakukan 40 persen. Jadi tunda saja dulu bayar, dulu pernah terjadi itu, kita tunda bayarnya. Biar jadi temuan tidak apa-apa. Karena, tidak mungkin kita naikkan, kita tetapkan dulu 10-15 persen, sampai menunggu hasil yudisial review," papar Suryawijayya.
Sementara itu, General Manager klub malam Boshe VVIP Club Bali, I Gusti Bagus Suwitra mengatakan kenaikan pajak kisaran 40-75 persen sangat memberatkan pelaku usaha.
Dikhawatirkan kenaikan pajak itu membuat matinya usaha hiburan malam yang otomatis beriringan dengan PHK massal pekerja.
"Iya. Kalau PHK massal mungkin sebelum PHK sudah tutup duluan perusahaannya. Jadi sudah tidak PHK udah tutup, iya udah PHK sendiri," ungkapnya.
Pihaknya juga sepakat dengan usulan penundaan pembayaran pajak dan melakukan aksi damai memprotes kenaikan pajak tersebut.
“Setuju banget. Kalau memang itu cara yang akan dipilih oleh teman-teman semua dan dari beberapa tokoh, itu mungkin jalan," ujarnya.
BACA JUGA:
Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) diatur dalam pasal 58 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Undang-Undang yang disahkan pada 5 Januari 2022 itu menyebutkan khusus untuk tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen, sesuai pasal 58 ayat 2.
Lahirnya UU itu dan aturan turunan yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 tahun 2023 menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menaikkan tarif PBJT termasuk industri spa, salah satunya di Kabupaten Badung, Bali, yang mayoritas pendapatan asli daerahnya (PAD) dari industri pariwisata.
Pemkab Badung misalnya menerbitkan aturan yang berlandaskan undang-undang itu yakni Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 tahun 2023 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Perda yang diundangkan pada 28 Desember 2023 itu berlaku mulai 1 Januari 2024 menerapkan besaran tarif pajak daerah khusus untuk jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa sebesar 40 persen.
Sedangkan perda sebelumnya yang kini sudah dicabut yakni Perda Nomor 8 tahun 2020 yang mengatur tentang pajak hiburan besaran pajaknya mencapai 15 persen.