Klaim Bisa Perkaya Uranium hingga 60 Persen, Ali Khamenei: Iran Tidak akan Mundur Soal Nuklir
Pemimpin Iran Ali Khamenei. (Wikimedia Commons/Khamenei.ir)

Bagikan:

JAKARTA - Di tengah belum jelasnya kelanjutan Kesepakatan Nuklir Bersama (JCPOA) Tahun 2015 yang ditanda tangani Iran bersama Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Jerman, Prancis, Tiongkok dan Uni Eropa, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengeluarkan pernyataan kontroversial.

Dalam pertemuan Majelis Ahli yang beranggotakan 88 orang di Teheran, Senin waktu setempat, Khamenei menyebut negaranya tidak akan mundur dalam mengejar hak program nuklir.

Tidak sampai di situ, Ali Khamenei pun menyebut Iran mampu mengolah uranium hingga kemurnian 60 persen, untuk penggunaan sipil. 

"Seperti masalah lainnya, Republik Islam tidak akan mundur pada masalah nuklir dan akan terus bergerak maju berdasarkan kebutuhan negara saat ini dan masa depan," katanya, melansir Anadolu.

Dikatakan olehnya, Iran tidak mencari senjata nuklir. Namun, jika mereka memutuskan untuk memproduksinya, dengan tegas ia menyebut tidak ada yang bisa mencegahnya.

"Badut zionis internasional itu mengatakan mereka tidak akan mengizinkan Iran memproduksi senjata nuklir," tukasnya, mengacu pada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu

"Pertama-tama, jika kita memiliki niat seperti itu, bahkan mereka yang lebih kuat darinya tidak akan bisa menghentikan kita," tegas Khamenei.

Mengenai pengurangan komitmen Iran di bawah perjanjian nuklir 2015, Khamenei mengatakan Teheran akan kembali ke kepatuhan penuh ketika penandatangan lain memenuhi kewajiban mereka.

Dia juga meminta pemerintah dan parlemen yang dipimpin Hassan Rouhani untuk menyelesaikan perbedaan mereka, dalam mengimplementasikan undang-undang yang baru-baru ini disahkan yang bertujuan untuk melawan sanksi Amerika Serikat.

Sebagai bagian dari undang-undang, Iran dijadwalkan untuk menghentikan penerapan Protokol Tambahan untuk Perjanjian Non-Proliferasi (NPT) pada 23 Februari, membatasi akses pengawas dari pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) ke situs nuklir Iran.