JAKARTA - Pengawas Atom PBB mengonfirmasi rencana Iran untuk mulai rencana produksi logam uranium pada Rabu 10 Februari waktu setempat. Kendati, sebelumnya negara-negara Barat memperingatkan hal tersebut berpotensi melanggar kesepakatan nuklir tahun 2015.
“Direktur Jenderal Rafael Mariano Grossi hari ini memberi tahu Negara-negara Anggota IAEA (Badan Tenaga Atom Internasional), tentang perkembangan terkini mengenai aktivitas R&D Iran pada produksi logam uranium, sebagai bagian dari tujuan yang dinyatakan untuk memproduksi bahan bakar untuk Teheran Research Reactor,” kata IAEA dalam sebuah pernyataan, melansir Reuters.
Laporan hari Rabu, dilihat oleh Reuters, dan sebelumnya mengatakan bahwa Iran berencana untuk melakukan penelitian tentang logam uranium, menggunakan uranium alami sebelum beralih ke logam uranium yang diperkaya hingga 20 persen, hingga mendekati 90 persen atau ada pada tingkat senjata.
"Badan pada 8 Februari memverifikasi 3,6 gram logam uranium di Pabrik Fabrikasi Plat Bahan Bakar Iran (FPFP) di Esfahan," tambah pernyataan IAEA.
Iran diketahui perlahan melanggar kesepakatan nuklir tahun 2015, setelah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump menarik diri tahun 2019, diikuti dengan penerapan sanksi oelh Washington untuk Teheran.
Iran pun mengebut proses pengembangan dan program nuklirnya, yang berpotensi menyulitkan Iran untuk kembali ke perjanjian nuklir. Kendari, Iran mengatakan kepada IAEA pada Bulan Desember, terkait rencana produksi bahan bakar logam uranium untuk reaktor penelitian.
BACA JUGA:
Prancis, Inggris, dan Jerman, semua pihak dalam kesepakatan itu, menyatakan keprihatinan dengan program tersebut bulan lalu. Mereka juga menilai produksi logam uranium Iran tidak memiliki kredibilitas sipil, tetapi berpotensi menimbulkan implikasi militer yang serius.