Bagikan:

JAKARTA - Iran memutuskan untuk memulai memperkaya uranium hingga 60 persen kemurnian, mendorong program nuklirnya ke tingkat yang lebih tinggi dari pada sebelumnya, setelah serangan terhadap fasilitas nuklir Natanz.

Langkah Iran ini diumumkan langsung oleh Presiden Hasan Rouhani, Rabu 14 April. Namun, Rouhani kembali menggaris bawahi, Iran tidak membangun senjata nuklir. Selain mengatakan akan mulai memperkaya uranium hingga 60 persen, Iran juga mengatakan akan mengaktifkan 1.000 mesin sentrifugal canggih di situs tersebut.

“Tentu saja, aparat keamanan dan intelijen harus memberikan laporan akhir, tapi ternyata itu adalah kejahatan Zionis. Dan jika Zionis bertindak melawan bangsa kami, kami akan menjawabnya," kata Rouhani dalam rapat kabinet yang disiarkan televisi seperti melansir Reuters, Rabu 14 April.

"Tanggapan kami terhadap kebencian mereka adalah, mengganti sentrifugal yang rusak dengan yang lebih canggih dan meningkatkan pengayaan hingga 60 persen di fasilitas Natanz," ungkapnya.

"Mereka (Israel) ingin tangan kami kosong dalam negosiasi, tapi kami akan bernegosiasi dengan tangan yang lebih kuat," kata Rouhani penuh makna.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif memeringatkan, penyerangan di Natanz dapat merusak pembicaraan yang sedang berlangsung terkait Kesepakatan Nuklir 2015.

Pembicaraan itu bertujuan untuk menemukan cara bagi Amerika Serikat untuk masuk kembali ke perjanjian, untuk membatasi pengayaan uranium Iran dengan imbalan keringanan sanksi.

Negosiator nuklir Iran Abbas Araghchi tengah berada di Wina, Austria untuk memulai pembicaraan informal Selasa malam, membuat pernyataan terkait harapannya dari negosiasi ini.

"Kami percaya putaran negosiasi ini adalah waktu bagi Amerika Serikat untuk menyajikan daftar. Dan saya berharap, saya dapat kembali ke Teheran dengan daftar sanksi yang harus dicabut. Kalau tidak, itu akan membuang-buang waktu," katanya kepada televisi Iran, seperti dilansir Koreatimes.

Pembicaraan di Wina bertujuan untuk menghidupkan kembali peran Amerika dalam perjanjian itu, yang ditinggalkan mantan Presiden Donald Trump, dan mencabut sanksi yang dijatuhkannya.

IAEA yang berbasis di Wina mengatakan, Iran telah memberi tahu mereka terkait rencana untuk mulai memperkaya uranium hingga 60 persen kemurnian di fasilitas Natanz miliknya. 

Sebelum insiden penyerangan Natanz, pada Februari lalu Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyebut, Iran akan menaikkan level pengayaan hingga 60 persen jika dibutuhkan.

"Kami bertekad untuk mengembangkan kemampuan nuklir kami sesuai dengan kebutuhan negara. Untuk alasan ini, pengayaan Iran tidak akan dibatasi hingga 20 persen. Dan kami akan mengambil tindakan apa pun yang diperlukan untuk negara," tegas Khamenei saat itu.

Iran sebelumnya mengatakan bisa menggunakan uranium yang diperkaya hingga 60 persen, untuk kapal bertenaga nuklir. Namun, diketahui hingga saat ini Iran belum memiliki kapal bertenaga nuklir di Angkatan Laut-nya.

"Mereka yang melakukan tindakan sabotase terhadap fasilitas nuklir di Natanz, mungkin ingin merusak proses menghidupkan kembali perjanjian nuklir," ucap Duta Besar Rusia untuk IAEA Mikhail Ulyanov.

Di hari yang sama, dua sumber keamanan maritim mengatakan kepada Reuters, militer Israel bersiaga, setelah kapal pengangkut barang milik mereka diserang oleh Iran di Teluk Oman, dekat Pelabuhan Fujairah, Uni Emirat Arab. Meski ada ledakan, tidak ada korban jiwa dalam penyerangan kali ini. 

Media Israel Channel 12 mengutip nama jabat Israel yang enggan disebutkan namanya, menuding Iran dibalik serangan terhadap kapal mereka. Belum ada konfirmasi terkait hal ini dari Israel maupun UEA.