Bagikan:

JAKARTA - Israel menyebut Iran dalam waktu dekat bisa memproduksi senjata nuklir, seraya memeringatkan kekhawatiran sejumlah petinggi negara tersebut mulai dari Perdana Menteri Naftali Bennett hingga Menteri Luar Negeri Yair Lapid kepada Amerika Serikat, jika Iran bisa mengambil keuntungan dari berlarut-larutnya negosiasi kembali ke Kesepakatan Nuklir 2015 (JCPOA).

Tertunda sejak Juni lalu, Teheran menyebut mereka tidak akan memulai kembali negosiasi, setidaknya hingga presiden terpilih dalam Pemilu Iran, Ebrahim Raisi mulai menjalankan pemerintahan dan membentuk kabinet akhir bulan ini.

Dalam sebuah pernyataan kepada diplomat negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB Rabu kemarin, Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz menyebut Iran bisa membuat senjata nuklir dalam waktu 10 minggu.

"Iran telah melanggar semua pedoman yang ditetapkan dalam (Kesepakatan Nuklir 2015) JCPOA dan hanya sekitar 10 minggu lagi untuk memperoleh bahan-bahan tingkat senjata yang diperlukan untuk senjata nuklir," Gantz memperingatkan, mengutip The Jerusalem Post Rabu 4 Agustus.

nuklir iran
Fasilitas nuklir Iran di Natanz. (Wikimedia Commons/Hamed Saber)

"Oleh karena itu, sudah waktunya untuk bertindak. Dunia harus menerapkan sanksi ekonomi dan mengambil tindakan operatif terhadap Korps Pengawal Revolusi Iran yang menargetkan kapal-kapal pengapalan," sambung Gantz.

Pernyataan Gantz dibuat dalam presentasi dengan Lapid kepada diplomat dari negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB, sebagai bagian dari dorongan oleh Israel agar dewan PBB memberikan sanksi kepada Iran atas serangan maritimnya, termasuk di kapal Mercer Street, yang dikelola oleh sebuah Perusahaan Israel, dan Asphalt Princess di Teluk dalam seminggu terakhir.

Untuk diketahui, anggota Dewan Keamanan PBB yang memiliki perwakilan diplomat di Israel adalah Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, China, India, Irlandia, Kenya, Meksiko, Norwegia dan Vietnam. Saint Vincent, Grenadines dan Estonia tidak memiliki kedutaan besar di Israel, sementara Israel tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Niger dan Tunisia.

Iran sendiri sebelumnya beberapa kali mengumumkan program pengayaan uranium miliknya. Juli lalu, Presiden Iran yang akan turun jabatan, Hasan Rouhani mengatakan negaranya bisa memperkaya uranium hingga kemurnian 90 persen, tingkat senjata, jika reaktor nuklirnya membutuhkan.

ayatollah ali khamenei
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. (Wikimedia Commons/Khamenei.ir)

Namun, pada saat yang sama Ia juga menggaris bawahi, Iran masih membuka komunikasi untuk kembali pada Kesepakatan Nuklir 2015, membatasi aktivitas nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi.

"Organisasi Energi Atom Iran dapat memperkaya uranium sebesar 20 persen dan 60 persen dan jika suatu hari reaktor kami membutuhkannya, itu dapat memperkaya uranium hingga kemurnian 90 persen," kata Presiden Hassan Rouhani dalam rapat kabinet, kantor berita semi-resmi Mehr melaporkan, seperti dikutip Reuters Rabu 14 Juli.

Jauh sebelumnya pada 22 Februari, Pemimpin Tertinggi Iran Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dalam pertemuan Majelis Ahli yang beranggotakan 88 orang di Teheran, menyebut negaranya tidak akan mundur dalam mengejar hak program nuklir.

Tidak sampai di situ, Ali Khamenei pun menyebut Iran mampu mengolah uranium hingga kemurnian 60 persen, untuk penggunaan sipil.

"Seperti masalah lainnya, Republik Islam tidak akan mundur pada masalah nuklir dan akan terus bergerak maju berdasarkan kebutuhan negara saat ini dan masa depan," ucapnya kala itu, melansir Anadolu.